Lihat Cara Donwload Disini
Lihat Cara Donwload Disini
Showing posts with label Bondage. Show all posts
Showing posts with label Bondage. Show all posts

Tuesday, January 3, 2012

Kisah Perbudakan Ratih - 6

Sebentar dia membungkukkan badan agar dapat dengan hati-hati mengusap kulit di sekitar penjepit pada vaginanya, tapi hal itu menyebabkan gagang penjepit di payudaranya terdorong oleh badan di bawah dadanya. Hal ini menyebabkan jepitan itu terdesak ke atas sehingga menimbulkan rasa sakit yang luar biasa. Menyadari hal ini, secara reflek tubuhnya tersentak ke belakang. Namun hal ini justru menyebabkan otot-otot di bagian bawah pinggangnya menegang, sehingga jepitan pada ketiga titik di vaginanya terasa makin kencang. Otomatis dia membungkukkan lagi badannya, dan kejadian sebelumnya terulang kembali. Begitu berulang-ulang. Surya dan Lisa berciuman dengan puas menyaksikan hasil karya Lisa yang menyebabkan Ratih melakukan gerakan-gerakan erotis yang menggairahkan itu.

Perlahan-lahan Ratih mulai dapat mengendalikan dirinya. Rasa sakitnya sudah berkurang, namun kedua organ kewanitaannya masih terus berdenyut, mengingatkannya selalu pada keadaannya. Setelah merasa agak baikan, dia melipat lututnya dan kembali pada posisi merangkak.
"Oh, kau sudah siap? Ayo kita lanjutkan!" sambut Lisa, "Eh, nanti dulu! Kau tidak boleh melupakan buntutmu!" katanya sambil menggeser sisir yang tadi terlepas selama perjuangan Ratih, dengan kakinya.
Ratih memungut sisir itu dan kembali memasangkannya. Kali ini agak susah, karena disamping setiap gerakannya menyebabkan jepitannya kembali membangkitkan rasa nyeri, kini lubang anusnya mulai kering, sehingga jalannya gagang sisir itu agak seret.

"Pakai ludahmu agar gagangnya licin!" Lisa memberi petunjuk.
Ratih menurut. Diludahinya gagang sisir itu, lalu diusap-usapnya agar merata. Kembali dicobanya memasukkan gagang itu. Pelan-pelan, dengan menahan rasa sakit, akhirnya dia berhasil juga membenamkan gagang sisir itu ke tempatnya.
"Oke, mari kita berangkat!" ajak Lisa sambil menyentakkan rantai di leher Ratih.

Kini mereka masuk kembali ke dalam rumah dan menuju ruang tamu tempat mereka semula.
"Mam, Papa sudah enggak tahan, nih! Kita ke kamar, Yuk?" ajak Surya.
"Ayo, Mama juga sudah enggak sabar melihat permainan Papa!" sambut Lisa manja. "Kamu saya undang untuk menyaksikannya, mau?" ajakan Lisa kepada Ratih jelas-jelas merupakan perintah.
"Sekalian bawa tali-tali itu! Kita akan memerlukannya nanti."

Mereka lalu melangkah kembali ke kamar tidur. Ratih terpaksa membuntuti dari belakang, karena Lisa tetap menyeret rantai di tangannya yang berhubungan dengan leher Ratih. Lisa mengamati keadaan ranjang dengan seksama. Tampaknya dia sedang merencanakan sesuatu. Ranjang itu terbuat dari kayu jati. Pada bagian kepalanya terdapat hiasan berupa kayu selebar ranjang dan berukir menempel tegak, memungkinkan orang untuk bersandar. Ukiran-ukiran pada kayu itu membentuk banyak lubang, kira-kira sedikit lebih besar dari ibu jari. Pada kedua ujung kayu di bagian kepala tersebut terdapat bagian yang menonjol. Di kedua sudut kaki ranjang itu hanya terdapat semacam tonggak pendek berukir dengan bulatan besar pada ujungnya, seperti gada. Di tengah-tengah kedua tonggak itu terdapat sebuah hiasan lagi berbentuk sepasang sayap pendek dengan celah di antara keduanya.

Setelah menimbang-nimbang beberapa saat, dia mengarahkan Ratih ke bagian kaki ranjang. Lisa mengatur posisi Ratih. Rantai yang berhubungan dengan kekang di lehernya, dibelitkan berulang-ulang mengelilingi kedua sayap kayu kecil tadi, menyebabkan lehernya tertarik mendekati kedua celah di antara kedua sayap itu. Sisa rantai antara lehernya dengan celah itu hanya sekitar 20 cm. Kemudian Ratih disuruh berdiri. Namun karena Ratih tidak dapat mengangkat kepalanya, dia terpaksa menungging dengan bagian pantatnya jauh lebih tinggi dari kepalanya.

Selanjutnya Lisa mengambil tali yang dibawa Ratih tadi dan dilepaskan dari gulungannya. Salah satu ujungnya diikatkan pada pergelangan kaki kanan Ratih. Ujung lainnya dijulurkan ke kaki ranjang sebelah kanan, terus ke kaki ranjang di sudut lainnya, dan berakhir dengan belitan pada pergelangan kaki kirinya, menyebabkan dia harus merenggangkan kaki selebar-lebarnya.

Sementara itu Surya membuka gulungan tali yang lain. Salah satu ujungnya ditambatkan pada kaki kanan Ratih, sedikit di atas lutut, dan menariknya ke tonggak gada sebelah kanan. Agak berbeda dengan Lisa, setelah membelit tonggak, Surya menariknya kembali lalu membelitkan pada pinggang Ratih, untuk selanjutnya diteruskan ke tonggak sebelah kiri, belit, ditarik kembali, dan berakhir dengan simpul di kaki kiri Ratih, sejajar dengan belitan pada paha kanannya tadi, sedikit di atas lutut. Kini Ratih sudah tertahan pada posisinya, mengangkang dan menungging, tanpa mampu bergeser maupun merapatkan kakinya. Surya dan Lisa sambil berpandangan dan tersenyum saling memuji hasil karya mereka. Namun rupanya itu belum cukup.

Kembali Surya mengambil segulung tali lagi. Ditariknya kedua tangan Ratih ke belakang punggung, dan diikat menjadi satu. Ikatan tersebut kemudian dibelitkan pada tali yang melingkari pinggangnya, lalu diteruskan ke arah kepala Ratih. Dirapatkannya rambut Ratih untuk kemudian diikat dengan tali tadi. Setelah yakin bahwa ikatan pada rambut itu cukup kencang dan tidak mungkin tergelincir lepas, diteruskannya sisa tali tadi masuk ke celah antara kedua pergelangan tangannya. Ditariknya kencang sehingga tangan Ratih tertarik mendekati bahu, sementara kepalanya mendongak karena terjambak oleh ikatan pada rambutnya tadi. Dibelit-belitkannya ujung tali yang masih tersisa pada tali yang menyatukan tangan dengan rambut tersebut hingga habis, dan lalu membuat simpul. Belitan ini menyebabkan tali semakin menegang yang mengakibatkan Ratih harus semakin mendongakkan kepalanya.

Surya menghampiri Lisa menunggu komentar atas karyanya ini. Lisa memberikan applause dengan merentangkan kedua tangannya menyambut kedatangan Surya. Mereka berpelukan dengan mesra disaksikan oleh Ratih yang tidak dapat menghindar untuk tidak menyaksikan pemandangan itu. Dengan posisinya sekarang ini, Ratih tidak dapat menolehkan kepalanya kemanapun. Dia terpaksa harus menyaksikan setiap peristiwa yang berlangsung di hadapannya.

"Bagaimana, Ma, bisa kita lakukan sekarang?" tanya Surya.
"Sebentar dulu, Sayang!"
Lisa mendekati Ratih dan melepaskan semua jepitannya. Ratih meronta kesakitan setiap kali sebuah jepitan dilepas. Hal ini karena darah yang kembali mengalir menyebabkan indera perasanya aktif kembali. Meski demikian Ratih merasa bersyukur karena penderitaannya berkurang. Tapi dia salah sangka jika mengira Lisa menaruh iba, sebab ternyata ini hanya pemindahan tempat belaka.

Lisa kembali menjepitkan sebuah pada masing-masing daun telinga Ratih. Berikutnya dia memerintahkan Ratih untuk menjulurkan lidahnya dan kemudian dijepit pula pada kedua sisi kanan-kiri lidahnya. Ratih tidak dapat mengelakkan semua itu. Kini, setelah dipasangi penjepit, maka dia tidak dapat menarik masuk lidahnya, karena terhalang oleh gagang penjepit yang menyangkut pada kedua sudut bibirnya.

Surya mengangguk-angguk memuji ide Lisa sambil beranjak naik ke atas ranjang. Mereka bercumbu dengan mesra. Pakaian luar mereka telah tercampak di lantai. Berikutnya Lisa menanggalkan pula BH pink yang dikenakannya, sehingga Surya dapat leluasa menciumi payudaranya yang telah menegang. Tubuhnya bergelinjang menikmati hisapan Surya pada kedua putingnya berganti-ganti.Sesekali mereka tertawa terkekeh-kekeh ketika memandang Ratih yang tetap dalam posisinya tadi. Tawa mereka akhirnya meledak ketika melihat air liur kental yang menetes dari lidah yang terjulur itu.
"Ih, ngiler, ngiri, tuh..!" Ledek Lisa. "Mau ikutan..? Enak aja, enggak lah ya..!"

Surya bangkit mengambil botol parfum yang agak besar, dan membuka tutupnya. Digunakannya tutup botol itu untuk menampung ludah kental Ratih. Mereka menyaksikan itu sambil tertawa-tawa geli menunggu hingga isinya cukup banyak. Kemudian Lisa mengambil kuas dari meja rias. Dibenamkannya ujung kuas ke dalam tutup botol itu dan lalu mengoleskannya ke wajah Ratih. Ratih menutup mata tidak kuat menyaksikan mereka mempermalukan dirinya dan juga didorong oleh perasaan jijik.

Namun rupanya Surya tidak mengijinkan, "Buka!" bentaknya, "Awas, kalau berani memejamkannya, akan saya jepit kelopak matamu agar terbuka terus!" ancamnya.
Maka Ratih pun kembali membuka matanya, pasrah menerima segala perlakuan mereka. Surya mengambil kuas lain dan membantu Lisa sambil tertawa-tawa mengejek. Kening, alis, kelopak mata, batang hidung, pipi, bibir, setiap permukaan wajah itu tidak luput dari sasaran.

Air liur di dalam botol telah habis. Surya merangkulkan tangannya menarik Lisa untuk kembali melanjutkan pertarungan mereka ke babak berikutnya. Lisa menurut dengan merebahkan badannya ke ranjang.
Namun gerakannya tiba-tiba terhenti, "Sebentar dulu, Pa!"
Diangkatnya sedikit pinggulnya dan meloloskan celana dalamnya. Lisa mendekatkan celana dalam itu ke hidungnya, dan mengendus-endus sambil mengerutkan dahi.
"Hmm.., Amis!"
Lalu digulungnya benda itu hingga menyerupai bola kecil sambil memandangi Ratih dengan senyum licik. Dia mendekati Ratih dan mengulurkan tangan melepaskan jepitan pada lidahnya. Kemudian sambil tertawa kecil dia membenamkan gulungan celana dalamnya ke mulut Ratih.

"Enak, kan? Asal tahu saja, celana dalam itu sudah kupakai sejak tadi pagi. Ha, ha, ha..!" ejeknya. "Kamu tahu, kan, malam ini aku belum mandi. Jadi aromanya pasti luar biasa."
"Bagus, Ma! Perlu ditambah enggak dengan punyaku?" tanya Surya sambil bangkit.
"Haa..?" Lisa sempat kaget mendengar usul Surya, namun segera tertawa dan mengangguk, "Mana, Pa? Boleh juga, tuh!" sambil mengulurkan tangannya.
Surya mengangkat pinggulnya dan memberikan isyarat.

Mereka kembali tertawa ketika Lisa mulai menarik copot celana dalam Surya dan menggulungnya. Gulungan milik Surya ini lebih besar daripada punyanya tadi, sehingga Lisa perlu agak mengerahkan tenaga untuk membenamkannya hingga masuk seluruhnya ke mulut Ratih. Pipi Ratih menggelembung menerima keduanya. Lengkungan huruf O yang dibentuk bibirnya mendekati sempurna.

"Wah.., ternyata besar juga mulut budak kita ini, ya Pa?" ejek Lisa, "Makannya banyak, ya? Wah, rakus baget! Masak satu tidak cukup, sampai harus dua buah sekalian baru pas? Dasar Rakus!"
Mereka terus mengolok-olok penampilan Ratih dengan kata-kata yang sangat menusuk disertai tawa renyah yang bersahutan.

Kini mereka kembali rebah untuk segera melaksanakan pertarungan yang sesungguhnya. Surya telah menancapkan "senjata andalannya" ke "markas besar" Lisa. Mereka mengayun-ayunkan pinggul berirama. Tangan Surya meremas-remas kedua payudara Lisa. Lisa membalas dengan menggaruk-garuk dada Surya yang bidang. Napas mereka kian cepat dan tersenggal-senggal, seiring dengan kian cepatnya ayunan pinggul mereka.
Sesekali terdengar suara desahan, "Ah.., ah.., ah.."

Tidak lama kemudian Lisa mendongakkan kepalanya. Sekujur badannya menegang. Terdengar desahan panjang ketika tubuhnya bergelinjang seiring dengan orgasme yang telah dicapainya. Lisa kalah dalam pertarungan itu, namun dia menerimanya dengan penuh kenikmatan. Sementara itu Surya terus memompa senjatanya kian cepat. Tubuhnya mulai menegang, lalu tiba-tiba dia mencabut senjatanya dan berbalik menghadap Ratih. Dengan tergesa-gesa dicabutnya celana dalam yang menyumbat Ratih dan bergegas memasukkan senjatanya sebagai pengganti.

Hanya dalam hitungan detik tubuhnya terlonjak mencapai kenikmatan. Senjata pusakanya telah memuntahkan amunisinya tepat ke dalam mulut Ratih yang tersedak-sedak menampungnya. Kemudian Surya mencabutnya dari mulut Ratih untuk kemudian menyemprotkan sisanya ke wajahnya. Lendir kental bergumpal-gumpal melapisi wajah Ratih. Surya menyapukan penisnya ke setiap bagian wajah Ratih sambil tertawa puas. Akhirnya dia mendekatkan penisnya ke mulut Ratih dan memerintahkan wanita itu menjilatinya hingga bersih.

"Wah, rupanya ada mesin cuci istimewa disini!" seru Lisa seraya bangkit.
Dengan cermat dia mengawasi pekerjaan Ratih. Dirabanya penis Surya, dan mengangguk puas mengetahui betapa Ratih telah melaksanakannya dengan baik.
"Saya mau coba juga, Ah!" lanjut Lisa sambil duduk di pinggir ranjang, tepat di hadapan Ratih. Dimajukannya selangkangannya hingga hampir menempel dengan mulut Ratih.
"Bersihkan punyaku juga, Budak baik! Saya lihat kamu punya keahlian yang perlu dibanggakan, ha, ha, ha..!" ledeknya.

Kembali Ratih patuh dalam kepasrahannya. Dengan menahan jijik dia berusaha memuaskan hati Nyonyanya. Tubuh Lisa kembali menggelinjang akibat sentuhan lidah Ratih pada daerah sekitar Vaginanya. Beberapa saat kemudian Ratih agak menjuhkan mulutnya. Menyadari budaknya telah berhenti menjalankan tugasnya.
"Mengapa berhenti?" tanyanya. "Sekalian dalamnya dong, Budak!"
Ratih menjulurkan kembali lidahnya, kali ini ke arah belahan vagina Lisa. Diusap-usapnya perlahan, lalu dengan agak memiringkan kepala, dia dapat memasukkan lidahnya hingga ke bagian dalam.
"Ahh.., hisap.., sedot sampai bersih! Aahh.., yaa.., agghh..!" Lisa memerintahkan sambil berdesah merasakan gairahnya yang kembali bangkit.

Menyadari betapa Lisa kembali terangsang, Surya bangkit dari tempat tidur dan bergerak ke belakang Ratih. Ditariknya gagang sisir yang selama ini terus tertancap di anusnya, ternyata telah seret. Pinggul Ratih sedikit terangkat dengan tegang ketika Surya melakukannya.
"Hmm.., sudah kering!" dengus Surya.
Lalu dia meludahi gagang sisir itu beberapa kali, untuk kemudian memasukkannya kembali.

Pinggul Ratih melonjak-lonjak kesakitan ketika Surya mempermainkan gagang sisir itu di dalam anusnya. Tangannya menegang. Muncul rasa sakit lain pada kulit kepalanya. Rambutnya terjambak oleh tarikan tangannya sendiri yang menegang menahan sakit pada anusnya. Dia teringat betapa rambutnya telah diikat dan dihubungkan dengan tangannya, jadi setiap kali dia menggerakkan tangan, maka dia akan menjambak rambutnya sendiri. Buru-buru dilemaskannya tangannya kembali, namun rasa sakit pada anusnya memaksa seluruh tubuhnya tetap tegang. Akhirnya Ratih menyerah pada keadaan itu, dan kembali harus merelakan diri menerima seluruh penderitaan ini.

Kini Lisa mendekap kepala Ratih hingga seluruh wajahnya terbenam di selangkangannya. Ratih tersenggal-senggal menarik napas karena hidungnya turut tersumbat membentur vagina Lisa.
"Auughh.., terr.. uuss.., ahh.. teruskan.., sampai bersih..!" Lisa mendesah-desah.
Padahal Ratih sudah membersihkan semuanya, namun Lisa masih betah menikmati sensasi yang membangkitkan kembali gairahnya itu. Ratih terus mempermainkan lidahnya di liang dan kelentitnya.

Lisa tidak tahan lagi. Tubuhnya menggelinjang makin kencang. Dekapannya pada kepala Ratih kian kencang. Tidak lama kemudian pinggangnya meliuk ke belakang, menandakan betapa dia telah hampir mencapai puncak. Surya pun tidak mau ketinggalan. Tangannya makin bersemangat menyodok-nyodokkan gagang sisir itu, mengimbangi gerakan Lisa yang kian tidak terkendali. Akhirnya.., tubuh Lisa kembali lunglai setelah dia mencapai orgasme untuk yang kedua kalinya ini. Dia kembali merebahkan badan. Surya memandang padanya dengan tersenyum.
"Sudah?"
Lisa membuka mata dan membalas senyuman itu sambil mengangguk lemah.

Surya maju melepaskan rantai leher Ratih dari tambatannya pada kaki ranjang. Dilepaskannya pula jepitan yang masih menempel di kedua daun telinga wanita itu. Ratih sempoyongan dan jatuh terduduk di lantai setelah Surya melepaskan ikatan pada kaki dan pahanya. Namun tangannya tetap dibiarkan terikat seperti tadi, dan rantai kembali di tambatkan pada tempat semula, tapi hanya ujungnya saja, sehingga terdapat cukup ruang antara lehernya dengan kaki ranjang.

"Sekarang terserah kamu, mau meneruskan mengocok-ngocok sendiri anusmu, atau kau lepaskan!" ujar Surya mengijinkan Ratih menentukan pilihannya.
Ratih memandang Surya dengan ragu. Surya mengangguk memberi kepastian, lalu berbalik melangkahkan kaki kembali ke atas ranjang. Ratih berjongkok dan merapatkan kaki berusaha menggapai sisir di pantatnya, dan dengan melalui sedikit perjuangan, dia berhasil melepaskannya. Dicobanya merebahkan badan, telentang. Namun karena terganjal oleh tangan yang terikat di belakang punggungnya, dia harus agak memiringkan tubuh. Diaturnya napas perlahan-lahan sambil melemaskan tubuh mencoba menghilangkan rasa pegal di sekujur tubuhnya.

Surya merebahkan dirinya di samping Lisa. Lisa tersenyum penuh kepuasan. Diciuminya wajah Surya berkali-kali. Surya membalas, hingga akhirnya mulut mereka saling bertemu. Mereka berciuman dengan lembut. Sesaat kemudian mereka telah lelap tertidur dalam nikmat, menyusul Ratih yang telah terlelap lebih dahulu dalam kepenatan dan penderitaannya.

TAMAT

Kisah Perbudakan Ratih - 5

HUKUMAN DIMULAI

Sekitar setengah jam telah berlalu. Kini mereka kembali mendapatkan Ratih yang menanti dengan setia di tempatnya semula, tidak bergeming. Lisa melangkah mengitari Ratih beberapa kali. Meskipun sudah melihat contoh-contoh dari foto yang disimpan Surya di hardisk-nya, dia masih agak bingung akan memulai dari mana. Melihat kebingungan Lisa itu, Surya berinisiatif untuk memulainya.

"Baiklah, kita mulai saja dengan penobatan dia sebagai budakmu, oke?" cetus Surya. "Seperti kamu lihat, saya sudah menyiapkan beberapa peralatan di sana. Mari kita lihat apa yang dapat kita pergunakan saat ini." ajaknya sambil beranjak hendak menuju ke tengah ruangan.
Namun Lisa segera menggeleng, "Tidak perlu, Pak Surya!" cegah Lisa yang segera ditukas oleh Surya, "Surya saja, tidak usah pakai Pak! Cukup panggil aku Surya, bukankah sekarang posisimu menggantikannya sebagai istriku?"
"Baiklah.., hmm.., kalau begituu.., bagaimana kalau aku panggil Pa..?" tanya Lisa mesra.
"Itu lebih bagus. Oh ya, apa yang Mama maksud tidak perlu tadi?" tanya Surya meminta penjelasan.

Lisa tersenyum. "Mmm.., Mama pikir.., kita tidak perlu repot-repot, Pa! Biarkan budak kita yang mengambilkannya."
Kemudian dia mengalihkan pandangan ke arah Ratih, "Budak?"
Ratih yang sedang tertegun mendengarkan percakapan mesra kedua orang itu, terlonjak kaget.
"Ya, eh, iya, apa Nyonya?" sahutnya menantikan perintah.

Lisa merentangkan kaki dan berkacak pinggang di hadapan Ratih. Meski bibirnya berhiaskan senyuman, namun sorot matanya nyata-nyata memancarkan cemoohan.
"Tuan dan Nyonyamu ini ingin melihat melihat apakah ada di antara perlengkapan di sana itu yang pantas untukmu." Kalimat itu begitu menusuk hati Ratih.
"Hmm., sebagai majikan yang baik, tentu saja kami tak ingin kulitmu polos tanpa sehelai benang pun. Sepertinya kami akan dapat memilihkan sesuatu yang sesuai untukmu, benar begitu, Pap..?"
Surya mengangguk membenarkan sambil turut tersenyum.
"Budak yang baik tentunya akan dengan senang hati melayani Tuan dan Nyonyanya, iya kan..?"

Tanpa memiliki pilihan lain, Ratih mengangguk. Lisa tampak puas.
"Pintar..! Nah, kalau begitu mau kan mengambilkan semuanya ke sini?"
"Baik Nyonya!" sahut Ratih patuh, penuh kepasrahan.
Dia segera bangkit melaksanakan titah. Tubuhnya bergidik ngeri ketika mengangkat tumpukan perlengkapan tersebut. Dia harus bolak-balik hingga dua kali untuk memindahkan seluruhnya. Setelah itu dia duduk bersimpuh di hadapan mereka.

"Ck, ck, ck..!" Lisa berdecak kagum melihat kepatuhan Ratih dan kelengkapan peralatan yang telah dipersiapkan Surya.
"Aha.., sepertinya ini akan cocok untukmu!" katanya sambil memungut rantai anjing, "Coba kita tes!"
Lisa mendekati Ratih dan membelitkan sabuk kulit pada ujung rantai tersebut ke leher Ratih, lalu mengancingkannya.
"Bagaimana, Pa? Bagus..?" tanyanya sambil menarik rantai tersebut hingga kepala Ratih terdongak ke atas.
"Tentu saja, Sayang! Itu memang sudah sepatutnya."
"Papa tahu, kenapa Mama pilih yang ini?" tanya Lisa disambut gelengan kepala Surya.
Lisa menyeringai penuh ejekan, "Mama sengaja memilihkan ini, karena Mama sangat terkesan dengan kepatuhan budak kita ini. Mama ingat-ingat, kayaknya yang paling patuh dan setia di dunia ini, kok ya hanya anjing. Jadi sebagai hadiah untuk kepatuhan dan kesetiaannya itu, Mama memilih untuk menghadiahkannya kalung ini."
Ratih betul-betul merasa terhina. Tega benar wanita itu merendahkan dirinya, bahkan dipersamakan dengan binatang, anjing lagi! Dan Surya sama sekali tidak menunjukkan keberatannya.

"Mirip enggak, Pa?" tanya Lisa lagi.
"Tentu..! Ha, ha, ha.. Mama pintar sekali! Kita memang harus memberikan hadiah yang pantas untuk kesetiaannya. Rantai itu akan selalu mengingatkannya pada posisinya!" Surya membenarkan.
"Bagaimana, Budak! Kamu suka?"
Ratih diam dalam kebingungannya pada pertanyaan Lisa itu. Dia paham benar bahwa mereka sengaja sedang mempermainkannya. Jadi mereka bukan mengharapkan jawaban yang sesungguhnya, melainkan jawaban yang dapat memuaskan rasa berkuasa mereka. Dan kalau ingin selamat, maka dia harus memberikan yang mereka minta.

"He, jawab! Apa kamu bisu?" bentak Surya.
"Eh, ya.., ya, suka! Mmm.., ya! Iya, iya.., saya suka." Air matanya kembali meleleh menghadapi ketidakberdayaannya, "Apa saja yang Tuan dan Nyonya suka." sahutnya terbata-bata.
"Ha ha ha..! Dia suka, Ma! Ha, ha, haa..! Dia suka! Dia suka menjadi anjing, ha, ha, ha..!" Surya tertawa girang mendengar jawaban itu.

Lisa turut tertawa dan mengelus-elus kepala Ratih. "Kalau begitu bilang apa..?" tanyanya.
"Terima kasih, Nyonya.., terima kasih!"
"Ha, ha, ha..!"
"Aku jadi ingin jalan-jalan. Oh, iya, aku kan belum mengenal rumah ini." Lisa kembali berkata setelah tawa mereka reda.
Dipungutnya pemukul nyamuk dan mengibas-ngibaskannya di udara.
"Ayo, budak yang baik, mau kan kamu menunjukkan ruangan-ruangan rumah ini kepada Nyonyamu?"
Ratih mengangguk dan bangkit hendak menunjukkan jalan.

"Et, et, et.., tidak!" sergah Lisa, "Tidak begitu! Tidak usah berdiri. Mana ada anjing jalan berdiri?" larangnya.
Dengan menahan rasa perih di hati, Ratih mulai merangkak ke arah dapur. Namun Lisa menarik ujung rantai di tangannya, sehingga lehernya agak tercekik. Ratih berhenti dan memandang Lisa dengan bingung.
"Bukan kesitu! Pertama-tama aku ingin ke kamarku dulu. Ayo, tunjukkan yang mana kamarku!"
"Maksudnya?" tanya Ratih sambil memandang Surya.
"Kamar yang biasa aku tiduri, Goblok! Bodoh banget, sih! Tentu saja Nyonyamu akan tidur di kamar Tuanmu!" tandas Surya.

Ratih lalu melangkah menuju kamar tidurnya selama ini. Lisa mengikuti di belakangnya sambil terus memegang ujung rantai itu, diiringi Surya. Tangan kiri Surya memeluk pinggangnya dengan mesra. Lisa tersenyum dan balas memelukkan tangan kanannya ke pinggang Surya.

Setelah tiba di kamar, Lisa melangkah mendekati meja rias. Dia menyalakan lampu di meja tersebut, kemudian duduk. Diperiksanya satu per satu perlengkapan rias milik Ratih. Ketika dia melihat sisir yang tergeletak di meja itu, dia mendapat ide dan menarik rantai di leher Ratih. Ratih bergerak mendekat. Lisa mengambil sisir tadi dan juga baby oil, lalu berpindah ke belakangnya. Ditekannya pundak wanita itu ke lantai, sehingga pantatnya menyembul tinggi di belakang, menungging.

Kemudian dengan menamparkan kakinya ke paha bagian dalam Ratih, dia menyuruhnya mengangkang. Lisa membalik pegangannya pada sisir itu, sehingga tidak lagi memegang gagangnya. Selanjutnya dia membungkuk di dekat pantat Ratih, membuka tutup botol baby oil dan menuangkan beberapa tetes ke gagang sisir, dan beberapa tetes juga ke anus Ratih.

"Ini akan membuatmu semakin mirip!" kata Lisa sambil memasukkan gagang sisir itu ke lubang anus Ratih.
Ratih menggeliat sakit, namun karena telah dilumuri baby oil, benda itu dapat lolos masuk tanpa terlalu banyak hambatan.
"Nah! Bagaimana Sayang?"
"Kamu memang pintar, Sayang!" sahut Surya, kemudian melanjutkan pada Ratih, "Kamu sebaiknya berhati-hati agar ekormu itu tidak lepas, atau.."

"Tenang Pa, dia pasti akan menjaga ekornya dengan sangat baik, bukan begitu Budak?" Lisa menimpali.
"Iya Nyonya!" sahut Ratih.
"Hmm.., kamu senang kan diberikan ekor?"
"Tentu saja.., Nyonya, saya senang. Terima kasih, Nyonya..!" sahut Ratih terbata-bata penuh pertentangan di batinnya.
"Bagus!" sahut Lisa dingin, "Sekarang mari kita teruskan ke ruang lain!"

Mereka kembali melangkah menyusuri setiap ruangan. Namun kini Ratih mengalami kesulitan dengan gerakannya, karena setiap kali dia melangkah, terasa ada benda keras yang mendesak-desak anusnya. Surya dan Lisa menyadari keadaan itu, dan mereka tertawa geli setiap kali ekor buatan itu bergoyang.

Setelah melangkah beberapa saat, sisir itu terlepas dari tempatnya. Lisa marah besar dan menyabetkan pemukul nyamuk di tangannya ke kedua gundukan pantat Ratih berkali-kali. Ratih menyembah-nyembah memohon ampun, dipungutnya sisir itu dan dipasangkan kembali ke tempatnya semula sambil menekannya dengan dalam agar tidak terlepas lagi.

Kini mereka berada di teras belakang. Di atas tanah di halaman belakang itu tampak tiang jemuran. Di sudut kiri teras terdapat mesin cuci, dan di sudut kanan terdapat meja setrika. Lisa mengarahkan Ratih menuju ke mesin cuci. Di dekatnya itu ada keranjang kecil yang penuh berisi penjepit pakaian, terbuat dari plastik. Surya memandangi jepitan itu dengan serius, melirik ke arah Ratih. Kemudian dia kembali memandangi jepitan itu sambil mememencet-mencet gagangnya. Mendengar suara jepitan itu, Lisa menoleh kepada Surya.

"Kenapa, Pa?" tanyanya heran.
"Hmm.., enggak. Papa cuma sedang memikirkan ini." sahut Surya sambil menunjukkan jepitan yang dipegangnya.
Dia diam beberapa saat, kemudian melanjutkan, "Gimana ya, bisa enggak ini dipakai?"
Lisa mengembangkan senyum menangkap maksud Surya, "Oh, maksud Papa seperti yang di foto tadi itu?" sahutnya manis. "Bisa, dong! Kita coba saja, bagus apa enggak."
"Sakit banget enggak ya, Ma?"
Lisa mengambil sebuah, dan mencoba pada pergelangan tangannya sebelah dalam, namun segera dilepaskan kembali sambil mengaduh, "Aduh! Lumayan juga, Pa! Di tangan saja sudah sakit kok, apa lagi kalau di susunya."

Ratih merinding mendengarkan percakapan mereka yang merencanakan untuk menyiksanya dengan penjepit jemuran itu. Di payudaranya lagi! Sudah terbayang olehnya rasa sakit yang akan menimpanya. Dia tahu benar, bahwa sebentar lagi itu akan benar-benar terjadi, walaupun dia sangat berharap semoga mereka hanya sedang menakut-nakutinya saja.
"Yah, siapa tahu?" pikirnya dengan harap-harap cemas.
Tapi ternyata harapannya meleset. Apa yang dia khawatirkan ternyata benar-benar terjadi.

"Budak! Tuanmu mempunyai hadiah menarik untukmu!" seluruh persendian Ratih terasa lemas mendengar vonis yang telah dijatuhkan.
Sambil tersenyum manis Lisa menyodorkan dua buah jepitan kepadanya.
"Coba, pasangkan masing-masing di tetekmu!"
"Aduh! Ja, jangan Nyonya.. Sakit..!" protes Ratih gemetaran.
"Ayo..!"
Ratih menggeleng berulang-ulang sambil menelungkupkan telapak tangan menutupi kedua payudaranya, "Jangaann.., ampun, Nya.., aduh, ampuunn..!"
"Berani kamu membantah, Budak?" kini suara Lisa terdengar dingin penuh ancaman.
"Ampun, tidak berani, Nyonya! Aduh, tapi sakit, Nya..!" rengeknya ketakutan.

Lisa kembali tersenyum dibuat-buat. "Tapi ini perlu untuk penampilanmu, biar lebih menarik!" bujukannya terdengar begitu mencemooh.
"Sakit sedikit.., enggak apa-apa, kok.., enggak berdarah." desaknya.
Sikapnya bagaikan seorang ibu yang sedang membujuk anak kecilnya untuk minum obat puyer yang pahit.
"Sakit, Nya, yang lain saja, jangan itu..!" Ratih terus merengek.
"Alaahh.., enggak apa-apa! Ayo cepat!" Surya turut mendesak.

Namun Ratih tetap saja menggeleng-gelengkan kepala sanbil memohon ampun, menolak melakukannya. Akhirnya Lisa kehabisan kesabaran, dan membentak, "Sudah! Jangan membantah lagi! Pokoknya kamu harus memakainya! Soal sakit, itu urusanmu! Sekarang cepat lakukan, atau aku yang akan memasangkannya! Kalau sampai aku yang melakukannya, maka semuanya akan kupasangkan di tubuhmu tanpa sisa!" ketusnya, "Sekarang bagaimana, mau aku yang melakukannya?" ancam Lisa sambil menggerakkan tangan menjamah keranjang itu.

"Jangan, Nyonya!" cegah Ratih.
"Baiklah! Akan aku lakukan, biar kulakukan sendiri saja, Nyonya!" mohon Ratih sambil menjulurkan tangannya.
Lisa tersenyum menang. Ratih memungut sebuah penjepit, dan dengan menahan napas dipasangkannya di dada kirinya.
"Bukan di situ!" larang Lisa, "Di putingnya!"
"Oghh..!" erang Ratih menahan sakit ketika dia telah memindahkannya tepat pada puting kirinya. Tubuhnya menggelinjang beberapa saat.
"Teruskan! Yang sebelah lagi!"

Dengan membelalakkan mata menahan sakit dan ngeri, dipungutnya yang sebuah lagi, dan memasangkan di puting sebelah kanannya. Anak sungai di kedua pipinya kembali mengalir. Kedua telapak tangannya digenggamkan di sekitar payudaranya, berusaha mengurangi rasa sakit akibat jepitan itu. Beberapa saat kemudian dia mulai dapat mengendalikan perasaannya, dan menyadari betapa kedua orang itu sedang berpelukan mesra sambil tersenyum-senyum menikmati penderitaannya. Sungai mengalir kian deras.

"Hentikan! Cengeng! Baru dua saja sudah nangis, bagaimana nanti kalau kupasangkan semuanya?"
Bentakan Lisa begitu mujarab menghentikan tangis Ratih. Lisa dan Surya kemudian mengulurkan tangan menjamah kedua jepitan itu dan mempermainkannya. Ratih menggeliat kesakitan. Dikepalkan kedua tangannya sambil menegangkan badan mencoba untuk bertahan.

Tiba-tiba Lisa tersentak, "Oh iya! Puting dan pantatmu sudah dihias, tidak adil kalau yang satu itu tidak mendapatkan bagian." katanya seraya memungut dua penjepit lagi, lalu membungkukkan badan dan memasangkannya pada masing-masing bibir vagina Ratih.
Seringainya kian buas menyaksikan tubuh Ratih yang bergetar hebat menahan rasa perih yang teramat sangat.

Tidak cukup sampai di situ, Lisa kembali mengambil sebuah jepitan, dan kali ini memasangkannya tepat pada kelentitnya. Tubuh Ratih berguncang hebat. Kedua kakinya merenggang-renggang kejang. Pandangannya berkunang-kunang. Hampir saja dia roboh kalau rantai di lehernya tidak ditarik oleh Lisa untuk menahan tubuhnya. Perlahan Lisa mengendurkan rantai itu sedikit-sedikit, sehingga Ratih dapat menurunkan tubuhnya duduk mengangkang di atas lantai.

Dia merasa serba salah, entah bagian mana yang harus diusap-usap untuk mengurangi sakitnya, karena baik atas maupun bawah keduanya sama berdenyut-denyut mengantarkan penderitaan yang maha berat. Sempat terlintas pikiran untuk mencabuti jepitan itu, namun kesadarannya akan ancaman Lisa menyebabkan dia membatalkan niatnya.

Bersambung . . . .

Ganasnya nafsu teman lama - 2

Gemi menarik tangan saya, mengajak kesuatu ruang yang telah dia booking. Saya masuk bersamanya, setelah pintu dikonci kembali dia langsung duduk di sofa dan langsung memerintah saya:

"Sini Dod, jongkok di depan saya..?

Saya langsung jongkok dengan muka menghadap dengkulnya dekat sekali. Sambil senyum dia angkat kaki kanannya lalu dia taruh dimuka saya sambil menyuruh:

"Dod, buktikan bahwa kamu benar2 bersedia menyerahkan diri di bawah kekuasaan saya, coba jilatin telapak kaki saya, buatlah saya senang ok?"

Saya tanpa ragu2 menciumi telapak kakinya dan menjilat jilat seperti anjing diiringi senyum dari Gemi. Kaki yang satu lagi diletakan di atas kepala saya dan ditekan hingga kepala saya menuju keubin, tapi saya terus menciumi kakinya. Dia mainkan kakinya di atas kepala, sebenarnya saya merasa terhina diperlakukan demikian tapi saya sudah setuju menerima semua perlakuan yang hina darinya.

Sambil mengangkat muka saya dengan kakinya seraya berkata:

"Gimana Dod, senang kamu diperlakukan seperti ini?"

Saya hanya mengangguk.

"Sekarang lepas baju kamu semua, saya mau mulai mengikat kamu dalam keadaan telanjang bulat. Saya mau ganti baju dulu yang tentunya akan membuat kamu berdebar donk, mau kan? Tapi setelah baju kamu lepas semua, kamu tunggu saya kembali dengan kneel down"

Dia langsung meninggalkan saya sendiri sementara saya melepas baju semua dan kneel down menunggu dia kembali.

Ketika pintu terbuka kembali muncul Liza dengan busana yang sangat sexi, ia mengenakan bahan cotton tipis warna hitam yang melingkar di dadanya sekedar menutupi dan menahan bdnya yang mencuat besar dan rok ketat dari cottot hitam pula panjang sampai kekaki mulai pinggulnya. Terlihat seperti mudah merosot karena hampir kebawah melewati pinggul. Sedangkan bahan cotton tersebut mempunyai belahan samping sampai ke pinggul pula, sehingga kalau dia melangkah tercuatlah belahan pangkal paha yang putih itu. Kedua lenganya memakai sarung tangan kulit mengkilap sampai siku dan memegang long single whip kira-kira 2 meter panjangnya serta membawa sesuatu di tangan sebelahnya. Ia sambil tersenyum manis menghampiri saya dengan detak sepatu hak tingginya. Terlihat cantik, cruel dan harumnya semerbak, entah parfum apa yang digunakan sehingga tercium agak merangsang.

Ia duduk kembali sambil bertopang kaki di hadapan saya yang sedang kneel down dan berkata:

"Dod, sekarang sebelum terlambat saya mau tanya lagi sama kamu bahwa kamu benar2 akan menyerahkan diri sebagai slave saya malam ini?" Karena kalau hati kamu sudah bulat dan mengatakan "Ya", maka selanjutnya kamu tidak bisa mundur lagi, tidak bisa kabur dan selalu harus mengerjakan perintah saya, gimana.. ini pertanyaan terakhir kali sebelum saya memakaikan collar ini di leher kamu sebagai simbol bahwa kamu adalah slave saya sepanjang malam ini? Jawab yang jujur dari hati kamu, jangan menyesal nantinya..?

"Ya..saya bersedia menjadi slave kamu malam ini, dan selalu akan menerjakan apa yang diperintahkan. Apabila ada kesalahan saya yang membuat kamu tidak suka maka saya bersedia menerima hukuman yang apapun tapi safe dari kamu"

"Good boy".. "Nah, sini mendekat.. letakkan muka kamu dipangkuan saya saya akan memakaikan collar ini dan kamu boleh mengendus harumnya tubuh saya, ok?"

Sementara muka saya menempel pada gaun hitam yang ia gunakan dan berkhayal atas apa yang berada dibalik gaun tersebut menempel di muka saya, Liza memakaikan collar di leher saya dan ternyata collar tsb cukup lebar (4") dari bahan kulit keras warna hitam sehingga saya tidak bisa lagi menekuk kepala untuk melihat kebawah. Liza memakaikan collar ini cukup ketat, serasa agak sulit menggerakkan kepala saya. Setelah selesai dia menguncinya dengan gembok kecil dan seutas rantai disangkutkan yang berguna untuk mengendalikan dan menarik bila saya melawan arah yang ditentukan Liza.

Saya disuruh berdiri dan dia mengambil tangan kiriku, kemudian dia melekat restraint kulit hitam kepergelangan tangan dan di konci dengan kuat oleh gesper besi, begitu pula yang sebelah kanan. Kemudian dia bergerak ke belakangku, setelah menyangkutkan dua utas tali di kedua pergelangan yang telah di restraint, di tarik kebelakang dan ditekuk silang ke arah leher dan ujung2 talinya di masukkan kegelang kecil yang ada di collar kemudian ditarik sampai tanganku bertekuk kearah leher silang. Setelah itu itu ujungnya diikatkan ke tangan2ku kembali, sangat ketat sekali sehingga benar2 saya tidak dapat menggerakkan tangan lagi

Saya hanya melihat saja tanpa bicara di ikuti senyum manisnya Liza, tapi entah apa dibalik senyumnya yang manis itu, mungkin sudah terlintas di benaknya siksaan apa yang akan dilakukan setelah saya benar2 tidak berdaya di bawah kekuasaannya.

Setelah dia merasa yakin bahwa ikatannya tidak bisa terlepas lagi, kemudian dia melanjutkan ke pergelangan kaki saya dengan memasangkan belengu kulit hitam dan diantaranya ada rantai menghubungkan kedua restraint tersebut kira-kira 10" panjangnya. Saya tahu, dia menggunakan belengu kaki seperti itu agar saya tidak dapat lari menghindar darinya ketika dia berbuat sesuatu.

"Nah, Dod, sekarang kamu benar2 tidak berdaya kan? Kamu tidak akan bisa melawan dan menolak lagi atas apa yang akan saya perbuat terhadap kamu". Katanya sambil menghimpit saya dengan pelukannya yang sangat erat yang cukup menaikkan nafsu berahi saya dan membuat si dul berdiri tegang karena parfumnya yang merangsang, sentuhan buah dadanya yang menghimpit dan terutama kata2nya seolah dia benar2 wanita yang telah menguasai hidup saya malam ini tanpa ada peluang untuk melawan, karena itu saya diam saja tidak bicara, hanya memandangi wajahnya dan tubuhnya yang aduhai.

Macam2 peralatan penyiksaan lagi yang aku tidak tahu penggunaannya, pasti untuk menyakiti orang. Wah, Liza benar2 menyewa ruang yang lengkap sekali, kalau harus mencoba semua mungkin memang sampai pagi dengan penuh rasa sakit.

"Nah Dod, kita sudah sampai, saya akan membuka sumbatan mulut kamu karena sebelum mulai, kamu harus membuat saya klimax dulu karena sudah dari tadi berahi saya tinggi melihat kamu bugil dan terikat seperti itu". Dia membukakan sumbatan mulut saya dan menariknya ketempat tidur. Dia menyuruh saya jongkok sementara dia duduk di atas tempat tidur dan mulai membuka kakinya hingga lebar dan pahanya mulai mengangkang yang diiringi senyumnya. Dia mulai menyibakkan gaunnya yang cukup menutupi pussynya. Terlihat pussynya sudah dicukur dan masih bewarna merah muda tapi sudah agak lebar lobangnya. Mungkin Liza tidak di sunat karena terlihat jengernya cukup panjang tergantung.

"Dod, kamu harus menjilat pussy saya, dan menghisap kelentitnya, buat saya klimax, dan segala cairan yang keluar tidak boleh jatuh, kamu harus menelannya, mengerti?!!".. "Ya, saya akan mengerjakan semua perintah dan patuh"

Saya mulai menjilat jilat seperti anjing dan menghisap hisap kelentitnya dengan keras yang membuat Liza berdesah keras serta menggoyang goyangkan pantatnya. Saya terus menjilat dan menghisap sampai terasa ada cairan mengalir dari lobangnya terasa sedikit asin dan bau kencing. Saya terus menghisap dan menelan apa yang keluar dari lobang tersebut diiringi desahan dan goyangan keras dari Liza.

"Terus Dod, jangan berhenti.. jangan coba2 berhenti atau saya akan mencambuk dengan keras..!!" Saya terus melakukan perintahnya tanpa suara dan gerak badan karena tangan saya masih terikat kebelakang tanpa daya. Tiba2 dia mencambak rambut ku dan berkata:

"Dod, sekarang saya mau kamu menjilat lobang pantat saya, tusuk2 dengan lidah kamu sementara saya mau hidung kamu juga menusuk lobang pussy saya.. hayo kerjakan..!

Dia mulai mengangkat kedua kaki keatas, memberikan peluang kepada saya agar mudah menjilat lobang pantatnya. Dia menarik rantai leher saya dan menunjuk kearah pantatnya agar dijilat dengan mata melotot tapi penampilannya tetap cantik.

Saya melakukan semua perintahnya meskipun sedikit ada bau tai dan semerbak pussy tercium jelas membuat si dul benar2 tegang tapi tanpa ada yang memanfaatkan. Dia terus menggelinjang dan saya tidak boleh berhenti sampai ada perintah darinya. Terus.. dan terus.. menjilat lobang tsb..

Terlihat pula Rack yang berbentuk tempat duduk dimana orang akan duduk dengan kaki terbuka dan ditempat pahanya terdapat belengu2 serta di bawahnya terdapat pula belengu untuk pergelangan kaki. Diatasnya ada belengu untuk leher, kepala, badan dan tempat merentang tangan lengkap dengan belengunya. Terlihat ada putaran pula yang berbentuk henjotan sepeda. Mungkin kalau di putar akan merentang kaki hingga melebar, pasti akan sakit rasanya.. ngeri..!

Sampai suatu saat, dia menjambak rambut saya lagi dan berkata:

"Sekarang saya mau kamu memfuck saya dengan mulut, ok?"

Di memakaikan sumbat lagi yang berbentuk penis cukup panjang dan besar, yang membuat mulut saya kembung. Tapi di depannya tersambung sebuah penis karet yang cukup panjang kira-kira 7 Cm dan bagian bawah agak kecil tapi sama panjang. Ternyata alat ini akan dimasukkan kedalam vaginanya dan duburnya kemudian saya harus melakukan blowjob mulut.

Alhasil suasanya ini membuat Liza berteriak teriak kenikmatan dan mencambak rambuta saya dengan keras cukup membuat rasa sakit di kepala saya.

"Terus Dod, jangan berhenti sampai ada perintah, buat saya menjadi puas.. terus Dod.. aahh.. ahh.. aahh. Ternyata dia sampai klimax dan dia buru2 melepaskan sumbat tersebut dan saya diperintahkan membersihkan vaginanya dengan mulut, karena dia bilang bahwa mulut saya saat ini adalah tissunya.

Setelah bersih, semua lendir yang keluar sudah saya telan, tiba-tiba dia berkata lagi:

"Dod, saya mau kencing dulu, tapi karena kamu malam ini adalah toilet saya maka kamu harus ikut ke kamar mandi.. ayo". Dia menarik rantai leher saya lagi menuju ke kamar mandi.

Sampai di kamar mandi saya disuruh jongkok dengan kepala tengadah ke atas dan dia diri di atas saya sambil mengangkangkan vagina ke mulut saya. Kemudian terdengar suara desis air kencing yang keluar dari lobang vaginanya dan mengalir deras ke mulut saya tanpa tertahankan lagi. Dan saya tetap disuruh menelannya. Ketika air kencingnya mengalir mulai sedikit, dia menarik kepala saya dan saya disuruh membuka mulut lebar2, dia menekan mulut saya ke vaginanya. Saya disuruh menghisap sisa kencing tersebut sampai habis dan dijilatin hingga bersih karena dia tidak mau cebok lagi, cukup dengan jilatan saya saja. Setelah itu dia memandikan saya, kami mandi bersama tapi tangan dan kaki saya masih terikat sehingga dia dengan leluasa melakukan segala sesuatunya tanpa halangan. Dia juga membersikan lobang pantat saya karena itu akan diperlukan nanti dalam suasanaya selanjutnya.

Setelah selesai dia membawa saya keluar dan membukakan seluruh ikatan. Tapi dia membawa saya mendekati kerangkeng besi dan membukanya. Saya disuruh masuk. Dengan susah payah saya masuk dengan membungkuk, seperti sujut kemudiaan dia menekan pintunya dari atas untuk menutup. Memang agak sulit menutup pintunya karena kerangkeng tsb agak kecil, tapi dia memaksa menekan hingga benar2 bisa tertutup kemudian dia menggemboknya. Tinggal saya mengeluh ngeluh di dalam kerangkeng kecil tersebut yang terus dipandangi oleh Liza dengan baju basah kuyup hingga terlihat cetakan tubuhnya yang masih aduhai.

"Dod, kamu sudah cukup membuat saya puas tadi dan hadiahnya saya memasukkan kamu di kerangkeng kecil ini.. enak 'kan?" Dia tertawa sambil memberikan jari2 kakinya ke jeruji besi menyuruh saya mengisapnya. Saya melakukan yang dia perintahkan meski yang bisa bergerak hanya mulut dan lidah, sementara semua badan tidak bergerak.

"Dod, tunggu sebentarnya didalam kerangkeng ini karena sebentar lagi dua orang teman saya akan datang dan saya akan mengganti baju basah ini dengan penampilan yang lain dan akan membuat kamu terpana lagi kok, betul deh.. tunggu ya". Dia menghilang dibalik pintu, sementara saya terus meringkuk di dalam kerangkeng kecil ini menunggu, karena tanpa dibantu membukakan gembok, saya tidak lepas dari kerangkeng ini, sementara konci gembok dibawa oleh Liza.
"Sekarang saya mau mengajak kamu ke suatu ruang yang cukup jauh tempatnya dan kamu harus mengikuti saya, tidak boleh jatuh. Kalau jatuh tentunya kamu harus di hukum sampai kamu bangun kembali tanpa terdengan suara, ok?"

Dia mulai berjalan dengan menarik rantai yang menempel di collar saya dan saya mengikuti dengan susah payah dengan lari2 kecil karena langkah saya sangat pendek dan terhalang dengan restraint yang berantai sangat pendek. Dia melihat sambil tertawa dan terus berjalan serta menarik rantai tersebut. Sampai suatu saat saya terjatuh karena kalah langkah dengannya. Dia marah dan mulai mecambuk saya cukup keras yang membuat saya mengaduh dan berusaha berdiri.

"Saya sudah bilang tidak boleh jatuh dan bersuara, tapi kamu masih melawan", katanya. "Saya tidak bisa mengikuti langkah kamu dalam keadaan seperti ini dan cambukan itu sakit", kataku. "Wah, malah bicara.. berarti mulut kamu harus disumbat, ok?"

Tanpa bicara dia mengambil seutas tali lagi yang ada tergantung di tembok dekat situ dan dia membuka celana dalamnya kemudian menggulung gulung menjadi gumpalan.

"Buka mulut kamu yang lebar", katanya. Saya diam saja memandang wajahnya. Sambil menampar mukaku dia memerintah lagi: "Saya bilang buka mulut kamu yang lebar, mau melawanya? Kamu tahu kan kalau melawan hukumannya akan lebih berat. Sekarang mau buka atau tidak? Saya tunggu 3 detik".. Saya membuka mulut dan dia langsung memasukkan gumpalan celana dalamnya kemulut saya dan diikat dengan tali yang berlilit sampai tiga kali, kemudian diikatkan kebelakang kepala.

"Dod, sekarang biar kamu mau teriakpun tidak akan terdengar suara lagi. Kalau tidak percaya saya akan mengetesnya". Dia mula mencambuk lagi ke badan dan saya hanya menggelinjang melompat lompat dengan teriakan yang tersumbat. Satu lagi, dia mulai mengitik ketiak, perut yang membuat saya geli dan tertawa tapi hanya suara kecil yang keluar dari mulut saya serta tidak bisa menghindar terlalu jauh karena langkah terhalang dengan belengu rantai yang pendek.

Sambil menjambak rambut saya dia berkata: "Bagaimana? Sekarang kamu mulai berjalan lagi ya, ok?" Dia mulai menarik lagi tapi ketika saya jatuh lagi dia mulai mencambuk lagi dan saya berusaha cepat berdiri tanpa suara tapi selalu diikuti muka yang meringis. Dia terlihat senang melihat adegan ini dan selalu berusaha mempermainkan saya. Sambil berlari-lari kecil dalam keadaan terikat dan bugil mengikuti langkah Liza yang disengaja jalannya agak cepat agar saya sulit mengikuti langkahnya.

Sampailah di suatu ruang yang tidak begitu besar dan agak redup karena lampu yang ada di situ hanya warna biru dan merah yang membuat suasana menjadi romantis tapi tegang karena di tembok tergantung segala macam peralatan BDSM dan semua terbuat dari kulit atau besi, serta terdapat pula bermacam macam cambuk, dari yang kecil sampai besar bentuknya. Terdapat pula sebuah tempat tidur yang disetiap sudut ada rantai dengan belenggu dan dibagian depannya ada seperti pedal sepeda. Mungkin untuk memutar agar rantai dapat ditarik.

Terdapat pula Xrack dari kayu hitam lengkap dengan belengunya, serta sebuah pasungan yang cukup aneh bentuknya. Ada beberapa rantai tergantung di atap, mungkin untuk menggantung dan di tembok terdapat putaran yang berbentuk henjotan sepeda pula yang dapat diputar untuk menaikkan rantai yang tergantung.

Terlihat dibawah rantai yang tergantung ada rantai dengan belengunya dua buah yang muncul dari dalam lantai. Itu juga mungkin bisa ditarik untuk meregangkan kaki karena letaknya cukup jauh kira-kira tiga meter dari lobang keluar rantai tersebut. Dan tak jauh di depannya muncul besi terpancang dari lantai kira 1 meter tinggi dan ujung atasnya seperti stir mobil. Mungkin alat untuk memutar dan menarik rantai yang keluar dari dalam lantai.

Terlihat pula seperti kerangkeng kecil, kalau dilihat dari bentuknya tidak muat untuk manusia. Mungkin kalau dipaksa sih pasti bisa tapi badan akan terhimpit menjadi kecil tanpa bisa bergerak lagi. "Wah mengerikan juga nih peralatan yang akan digunakan Liza kepadaku", pikirku.

Bersambung . . . . .

Ganasnya nafsu teman lama - 1

Suasana department store yang demikian ramai, dipenuhi orang sedang berbelanja, tiba-tiba seorang wanita menyapa dari belakang. Ternyata temanku saat masih SMP bernama Gemini yang biasa dipanggil Gemi. Tapi sekarang penampilannya sangat aduhai, ia mempunyai tubuh yang indah meski umurnya sama denganku 35 tahun. Lain sekali dengan dulu, kurus, rambutnya pecah2 agak kemerah merahan, mungkin tidak pernah kena shampoo karena faktor keuangan yang minim. Payudaranya juga sangat ranum dan besar membusung, mungkin ukurannya 38DD, sehingga terlihat sangat menonjol karena ia menggunakan kaos ketat terusan sampai dengkul.

Kami minum di kafe sambil berbicara dari barat ke timur sehingga aku mengetahui bahwa ia sekarang menjadi wanita panggilan tingkat atas dengan tarif 2 juta/malam. Wow.. mahal juga.

Ia bercerita tentang masa lalu bahwa ia sebenarnya telah menaruh hati padaku saat SMP. Karena SMA-nya terpisah maka ia sulit untuk bertemu aku lagi. Tapi ia selalu mencariku sekedar untuk melihat dan sepulangnya ia selalu membayangkan diriku dalam khayalannya mencumbu diriku. Ia menceritakan ini tanpa terlihat canggung, mungkin karena kita sudah sama2 dewasa. Ia bilang bahwa aku pernah menolak cintanya ketika ia mengatakan terus terang bahwa ia suka padaku tapi katanya aku tidak suka cewe yang BD (buah dada) nya kecil kaya dia. Eh setelah 10 tahun lebih tidak bertemu, sekali bertemu ia sudah berubah total menjadi wanita idamanku.

Ia ingin mewujudkan impiannya bersamaku meski sebentar, maka ia menawarkan diri padaku untuk malam ini, karena ia tidak ada janji dengan orang karena sudah sebulan ini ia istirahat dan kebetulan aku baru mencairkan uang dalam jumlah besar atas project besar yang kupegang dan sudah selesai sehingga harga tersebut tidak membuatku terkejut, hanya sepermil dari pendapatan yang ku terima. Langsung aku menyetujui.

Ternyata ia bawa mobil sendiri dan kebetulan aku tidak bawa mobil saat ini, jadi bisa ikut mobilnya menuju suatu tempat yang ternyata rumah tersebut adalah miliknya sendiri di luar kota, di gunung.

Kami memasuki rumah yang berhalaman cukup luas, dengan gerbang yang dilengkapi dengan remote control sehingga tanpa disentuh dapat terbuka sendiri. Untuk menuju rumah tersebut harus melalui jalan setapak dari batu kira-kira 500 m dari jalan. Kalau orang yang baru datang tentu tidak mengira bahwa jalan tersebut menuju suatu villa cukup besar dan indah.

Kami duduk di ruang tamu, disuguhi minuman "black label". Sebenarnya minuman tsb cukup keras bagiku, tapi karena hawa dingin dan suasananya cukup romantis, sedikit demi sedikit aku minum juga. Dan ternyata enak juga.

"Dod, kamu mau cara seperti apa agar kita sama2 puas untuk pertemuan kita malam ini?"

"Wah saya tidak tahu, tapi sering membuka internet, disitu ada sesuatu yang agak aneh kalau kamu tidak keberatan. Saya mau mencoba secara real sesuatu yang aneh2 tersebut, yang tidak umum dilakukan orang"

"Maksud kamu?"

"Maksudnya.. tidak seperti biasanya"

Entah kenapa, ketika sampai di sini saya agak gugup menjawab semua pertanyaannya, dan otak tidak bisa berpikir dengan cepat untuk menjawab.

"Ok saya ngerti kok.. maksud kamu lain dari yang umum dilakukan orang.. gitu kan?"

"Kurang lebih begitulah" Jawabku dengan agak gugup, tapi mataku selalu memandangi tubuhnya yang aduhai dengan busana sexy yang ia kenakan.

"Dod, itu namanya fetish. Ternyata kamu suka dengan cara itu.. dan kamu tahu.. cara tersebut memang kesukaan saya", jawabnya dengan senyum yang mengundang dengan gerakan bahu yang sempat membuat goyang buah dadanya yang besar. Hal ini membuatku semakin gugup dan cukup menimbulkan berahi.

Ia sebuah buku tipis dan aku disuruh membacanya, setelah selesai buku tersebut diambil kembali dan ia membaca dengan suara yang merupakan suatu pertanyaan yang harus dijawab oleh ku dengan Ya atau Tidak, selanjutnya ia akan mencontreng sebagai tanda saya menyatakan Ya dalam arti saya sudah setuju dengan apa yang akan dilakukan nanti. Ternyata dia memang sudah biasa dengan cara ini, makanya dia punya buku panduan.

"Nah Dod, sekarang saya bacakan yang harus kamu jawab Ya atau tidak atau punya pilihan dengan keterangan lebih detil, jadi akan lebih jelas apa yang menjadi fantasi kamu dan saya akan tawarkan yang paling berat dulu, ok?

* "Mau di dominasi dan menjadi sex slave selamanya? - Ya

* "Bersedia bila saya menjadi seorang wanita yang sadist? - Ya

* "Bersedia bila diikat sampai kamu benar2 tak bergerak? - Ya

* "Bersedia bila disumbat mulutnya sampai benar2 tidak ada suara - Ya

* " pilih, 1.pump gag, 2.ball gag, 3.big penis gag, 4.cloth gag. 5.ring gag, 6.dentist gag, 7, tape gag, 8.my underpanties gag", semua dengan head harnes atau ada pilihan?

* "Dod, boleh lebih dari 1" - Ya, hanya 1, 3,8, sebaiknya semua dengan head harnes.

* "Wow, jadi kamu benar2 ingin tidak bisa bersuara sama sekali? .. Wah, kamu akan menjadi slave idola saya. Tentunya saya tidak perlu kuatir kamu akan teriak, dan saya bebas menghukum kamu, NICE..!

* "Blind fold? - Tidak

* "Nose gag? - Wah, ini berat juga, tapi kalau sampai batas2 tertentu sih tidak apa.

* "Iya donk, saya kan tidak akan membuat kamu mati.

* "Leather collar? - Ya.

* "Wide atau?" - Wide juga boleh

* "Body harnes? - Ya

* "Hood? - Ya, tapi tidak dengan blindfold biar saya dapat melihat dan menikmati apa yang kamu kerjakan terhadap diri saya.

* "Transgender? - Tidak

* "Maid? - Tidak

* "Golden shower or Urination? - Ya, pasti kamu akan memaksa saya untuk swallow.

* "Tentu donk, memang itulah tujuannya agar kamu bisa merasakan bagaimana menjadi seorang cowo yang dihina wanita dan kamu harus merasakan taste dari kencing saya. Dan pasti minta lagi kalau haus dan harus menurut, tidak boleh menolak meski terpaksa melakukannya, kalau melawan tentu hukuman menunggu berupa siksaan yang berat, ok? - Ok deh.

* "Cambuk? - Ya

* "Berat? - Ya.

* "Tampar? - Ya, tapi kalau di muka jangan terlalu keras

* "Gantung dengan Suspension, spreadeagle? - Ya

* "Terbalik? - Ya, tapi lebih suka biasa saja.

* "Hard stock? - Ya, tapi bagaimana sih bentuknya kalau hard? - Tunggu saja nanti, kamu akan terkejut deh, ok? - OK.

* "Hard Xrack? - Ya, nah ini apalagi? - Pokoknya kamu rasakan nanti deh, sekarang jangan banyak tanya tau..! - Ya, ya..

* "Stretching body table? - Ya

* "Electric shock? - Ya

* "CBT - Ya, tapi tidak press ball, ok? - Ok.

* "But plug? - Ya

* "enema? - Ya

* "Full nude body? -Ya, kalau itu yang kamu mau - Tentu donk, kan tidak ada penghalang untuk saya saat mengerjai kamu.

* "Lick, suck pussy, asshole? - Ya, tapi bersih kan? - Tentu donk, jangan kuatir, tapi kalau sudah bilang ya, tidak ada lagi kata tidak mau, atau hukuman akan datang, ok?

* "Face sitting? - Ya

* "Trampling? - Tidak, badan kamu kayanya berat, nanti ada tulang yang patah.

* "Hard Tickle? - Ya, tapi ringan2 saja

* "Clam? - Ya.

* "Straitjacket? - Tidak

* "Very wide bar? - Ya

* "Tied with other slavegirl? - Ya, Wah ini yang saya tunggu, tentunya saya bisa merasakan himpitan dan gelutan seorang wanita yang sedang disiksa? - Tentu, kamu akan merasakan itu, karena saya juga akan menyiksa slavegirl dan ia senang kalau merasakan sakit dan teriak2. Suasana tersebut dapat membuatnya puas, ia bisex umurnya lumayanlah tapi lebih muda dari saya, namanya Tiara. Saya baik kan menawari kamu terikat bersama slavegirl?" katanya sambil senyum.

* "Strap on dildo? - Ya, tapi jangan yang terlalu besar, nanti berdarah - Ok, jangan kuatir, saya pasti akan menyesuaikan kemampuan kamu.

* "Diperkosa untuk melayani nafsu sex saya dalam keadaan terikat? - Ya, tapi kok harus masih terikat? - Tentu donk karena kamu telah menjadi slave saya selamanya, dan seorang slave harus selalu terikat agar tidak dapat melawan tapi harus bisa memuaskan saya. Kamu tahu, suasana seperti ini tentu akan membuat saya sangat terangsang dan harus kamu penuhi hasrat saya, atau tidak jadi sama sekali. - Ok, saya mau melayani kamu, melakukan semua perintah kamu demi kepuasan kamu. - Nah gitu dong.

* "Semua humiliation yang sifatnya private? - Ya.

* "Mau engga bila saya panggil seorang cewe lagi untuk membantu mendominasi kamu?" - "Ya, tapi bagaimana penampilannya?" - "Dijamin deh cantik, tinggi, bdnya cukup besar, pantat ok, putih, rambutnya coklat sepundak suaranya merangsang, umurnya baru 19 tahun dan dia juga senang mendominasi cowo dengan sadis, ia haus kepuasan dan kamu harus melayaninya untuk membuatnya puas dengan cara apapun. Tapi dia juga suka menjadi submissive saya dan dia bisex namanya Valerie"- "Ok, saya mau tapi bagaimana dengan bayarannya? - Ya, tentu menjadi tanggung jawab saya.

"Dod, karena tempat ini tidak memadai maka kita akan pergi ke suatu tempat yang lengkap dengan peralatan tersebut, tapi kita harus sewa dan agak mahal, dan saya untuk teman lama tidak usah bayar hanya bayar tempat dan teman saya saja". Dia mengatakan ini di iringi dengan senyuman dan sepasang matanya tidak pernah luput memandangi saya.

Dalam hati, "Wah, pasti mahal.. aku harus ke ATM dulu untuk ambil uang".

"Gimana Dod?", tanyanya.

"Ya, ya..tapi berapa?", kataku.

"Hanya satu juta kok", sahutnya.

"Ok deh, ayo kita berangkat", kataku

"Ayo, come on slave" katanya

Aku berangkat dengan mobilnya menuju suatu tempat, tapi sebelum aku mampir sebentar untuk mengambil uang. Setelah itu kami meneruskan perjalanan. Namun sebelum mobil jalan dia menutup mata saya dengan plester dan dipakaikan kacamata hitam agar tidak terlihat orang. Sedangkan tangan saya di borgol kebelakang agar tidak bisa membuka tutup mataku. Dia melakukan ini untuk safety karena tempat tersebut tidak boleh diketahui orang lain kecuali orang yang telah mendapat izin. Dia menerangkan bahwa yang punya tempat tersebut adalah seorang gangster, kalau orang yang telah mendapat izin sampai memberitahu orang lain yang belum mendapat izin, maka mereka akan mencari orang yang memberi tahu dan yang diberitahu tersebut, kemungkinan akan dibunuhnya.

Setelah sampai ditempat tujuan, dia membukakan semuanya dan kami masuk ke suatu rumah dimana semuanya di cat hitam, kesannya seram dan sepertinya semua tembok ada peredam suaranya sehingga bila orang teriak tidak terdengar dari luar. Kami masuk lift, tapi anehnya bukan naik keatas tapi turun satu tingkat ke bawah tanah.

Pintu lift terbuka, seorang wanita cukup cantik hanya memakai bikini kulit hitam menyambut kami.

"Hai, Gemini.. kok tumben membawa seorang cowo, biasanya cewe?"

"Hallo Sally, pa kabar? Wah.. body makin oke saja nih, dan BD kamu semakin besar saja, ukurannya berapa?"

"Ah biasa aja kok, cuma 39DD banyak susunya karena saya keguguran tapi produksi susu masih terus dan harus dibuang. Trus, itu siapa lagi?"

Ini lho, teman lama saya udah lama engga ketemu, eh.. ketika ketemu dia juga suka fantasi BDSM, jadi saya bawa ke sini. Biasa.. siksaan, tapi yang ini lain.. dia akan melayani saya dan memenuhi hasrat sex saya yang selama ini selalu dengan wanita. Entah kenapa, dengan yang ini baru ketemu saja nafsu saya sudah naik".

"Wah asik juga nich, boleh nimbrung? Kalau boleh saya mau membuang susu di mulut dia agar diminum, sayang kan kalau dibuang percuma".

"Jangan sekarang, saya udah janji dengan dia akan seorang cewe yang cirinya2 seperti yang saya bilang tadi sama dia. Oh ya, tolong call Velerie donk, suruh datang ke sini, ada cowo yang dapat memuaskan dia dan Tiara. Bilang sama dia semua bulu harus dicukur dan mandi yang bersih, ada teman lama saya sebagai slave yang membutuhkan slave girl seperti dia, karena saya tahu, teman lama saya ini suka dengan cewe yang bdnya besar dan tinggi. Dan jangan lupa memakai parfum yang merangsang, ok?"

"Ok, tapi tipnya mana?"

"Beres, nih 50 ribu, cukup?

"Wow, thank Liz, banyak amat?"

"Engga mau dibagi rejeki?"

"Ya mau donk,.. kamu mulai saja dulu, paling lama 1 jam mereka sudah ada di sini.

"Ok, dan saya minta ruang yang lengkap peralatannya karena saya akan gunakan sampai pagi bersama dia"

"Wow, asik juga.. aku boleh nimbrung deh?

"Lihat saja nanti, kalau dibutuhkan, ok?

"Ok Liz, sekali lagi thanks ya, tapi jangan lupa ya.. IKUTAN".

Aku cukup terpana ketika dia bilang sampai pagi, jadi saya harus bergadang dan sekarang baru jam 10 malam. Ternyata dia seorang wanita bisex juga, mungkin karena itu ia belum kawin sampai sekarang.

Bersambung . . . .

Ganasnya nafsu teman lama - 3

Meski terkurung dalam kerangkeng kecil ini, tapi aku dapat melihat sekitarnya di depanku. Tiba2 pintu2 terbuka, masuklah tiga orang wanita. Yang satu aku tahu bahwa itu Liza yang sudah berganti kostum.

Gemi muncul dengan gaun longdress tanktop dari bahan cotton hitam dengan membawa sesuatu ditangannya seperti collar. Ketiganya menghampiriku dan membukakan konci kerangkeng dan mengeluarkanku. Aku disuruh kneeldown menghadap mereka semua yang berjarak kira-kira 2 meter duduk disofa..

Gemi memperkenalkan teman2nya, yang bergaun hitam dari kulit bernama Valerie. Dialah wanita yang ia janjikan akan membantu mendominasi saya dan saya harus memberi pelayanan kepadanya. Seperti yang dikatakan Gemi, Valerie memang mempunyai tubuh yang indah meski baru 19 tahun dan mempunyai wajah yang sexy. Valerie memperkenalkan diri dengan tersenyum memberikan sebelah kakinya untuk dicium. Saya memegang kakinya dan mulai mencium. Setelah itu dia dengan menggunakan kakinya menginspeksi wajah saya sambil tersenyum manis.

"Wah Gem, boleh juga pilihan kamu, bodynya bagus dan ganteng lagi. Saya yakin bahwa dia pasti dapat memuaskan nafsu aneh saya. Sekali lagi trims ya di beritahu ada tangkapan seperti ini".

"Tenang saja Vel, jatah kamu pasti ada dan mau seperti apa, pasti dia akan lakukan demi memenuhi hasrat kamu yang aneh itu, ok?

"Ok deh"

Gemi memperkenal temannya yang satu lagi bernama Tiara, dengan busana sexynya bewarna merah, tapi gaun panjang tersebut mempunyai belahan sampai ke pinggul dan cantik pula. Kalau dia lain lagi cara memperkenalkan diri, dia menyuruh aku menghampirinya, kemudian dia mencambak rambutku dan menekan mukaku ke pussy sambil berkata:"Hallo, saya Tiara, kamu harus kenal saya dengan harumnya pussy saya, ok? Mukaku digosok gosokkan ke pussynya diikuti dengan gelak tawa Gemi dan Valerie. "Dan kita akan menjadi slave bersama, terikat bersama, tersiksa bersama, tentu kamu suka, kan?"

"Ya saya suka", jawabku sementara mukaku masih menempel di pussynya, dan tercium wangi parfum bercampur bau khas pussy. Hal ini membuat saya tegang kembali. Kemudian Tiara mendorong saya lagi agar kembali ke tempat.

Gemi berkata lagi: "Nah semua sudah berkenalan, jadi bagaimana kalau kita mulai saja slave game ini? Jangan buang waktu, sebaiknya banyak bekerja dari pada bicara, ok?

"Ok.. Ok.. Ok"

"Tiara.. tugas kamu sekarang cumbui dia seperti kamu sedang pacaran, cium dia dengan buas dan apapun yang terjadi jangan berhenti sampai ada perintah". Bawa dia ke sebelah sana tepat dibawah rantai yang tergantung".

"Ok Gem"

Tiara menarik tanganku untuk berdiri dan mengajakku sambil berpegangan pinggang menuju tempat yang dituju. Sementara sambil berjalan Tiara mulai menciumiku dengan buas. Mungkin pemandangan yang kontras sekali karena saya bugil dan dia lengkap dengan busana.

Sampai di tempat yang dituju, Tiara mulai memelukku dengan ketat dan menciumiku dengan buas dan aku membalas meciumnya dan memelukknya dengan ketat pula. Kami bermain lidah dibarengi suara2 desah sexy dari Tiara dan bukan dibuat buat, ini suara yang sebenarnya bahwa dia memang mulai terangsang. Saling bertukar ludah, berhimpitan, kadang dia memeras penisku yang sedang menegang. Terasa himpitan bdnya ke dadaku karena aku memeluknya dengan kencang.

Kejadian ini berjalan cukup lama dan tanpa terasa ada orang lain disekitar sini, dan tidak terasa bahwa kami sedang diperhatikan oleh Gemi dan Valerie yang sudah mendekat disebelah kami. Tapi saya tidak memperdulikannya karena sedang asik berciuman dengan Tiara yang belum pernah saya lakukan seperti ini buasanya terhadap wanita manapun.

Aku merasa ada tangan yang memegang kedua tanganku, ternyata itu adalah Gemi dan Valerie sementara Tiara makin mempererat pelukannya padaku dan terus berciuman. Kedua tanganku ditarik agar melepas pelukanku ke Tiara dan direntangkan. Terasa ada sesuatu yang membelengu kedua tanganku hingga tidak bisa lagi memeluk Tiara. Sementara Tiara terus memelukku dan aku terus berciuman karena tangan Tiara memegangi kepalaku. Ludah sudah membasahi semua mukaku tanpa terasa, begitu pula dia yang selalu dibarengi desahan Tiara tiada henti.

Terasa kedua tanganku mulai merentang, ternyata Valerie mulai memutar gulungan yang ada di tembok dan rantai mulai menarik kesamping samping atas kira-kira 120 derajat keatas, sementara aku tidak pernah dikasih kesempatan oleh Tiara untuk menengok dan terus berciuman.

Kemudian terasa ada tangan yang memegang kedua kakiku dan terasa ada belengu yang mulai menempel dikedua belah kakiku dengan ketat. Kemudian terdengar suara rantai berderit, ternyata Valerie mulai memutar stir yang ada di depanku dan kakiku mulai melebar tertarik hingga satu meter lebarnya tarikan tersebut berhenti. Akibat tarikan rantai di kakiku, tinggiku mulai menurun sampai mendekati bdnya Tiara. Dan Tiara mulai sedikit demi sedikit membuka penutup bdnya dan memaksa aku untuk menghisapnya. Aku mulai menghisap dengan kuat diiringi desahan Tiara yang tiada henti2nya. Tiara terus memegangi kepalaku agar aku tidak pernah berhenti melakukannya.

Tiba2 Tiarapun tingginya mulai menurun dan kami kembali bertemu muka, ternyata kaki tiarapun sudah dibelengu dan terentang sama denganku. Mereka mulai mengikat kakiku dan kedua kaki Tiara jadi satu sehingga aku dan Tiara tidak bisa lagi menggerakan kaki untuk menutup rentangan tersebut, tapi kami terus berciuman.

Mereka mulai melepaskan gaun Tiara satu persatu mulai dari tali dipundaknya dan gaun diturunkan ke bawah. Semua ikatan yang menahan gaun tersebut dilepas, maka terbuka semua membuat Tiara hanya memakai celana dalam saja dan sepertinya Tiara tidak perduli dengan semua itu, kami terus berciuman sampai ludah mulai menetes kebadan masing2.

Terasa ada yang melepas celana dalam Tiara hingga ia benar bugil seperti aku. Setelah itu mereka mulai memasangkan belengu dikedua tangan Tiara seperti dan disangkutkan dikedua pergelanganku maka sekarang lengkap lah bahwa aku terikat bersama Tiara dengan bentuk yang sama dengan badan yang menempel tapi sepertinya Tiara tidak perduli semua itu, kami terus berciuman.

Kemudian terasa tangan2 yang melumurkan minyak pelicin di dada, perut kami berdua, mungkin kalau bergesekkan agar tidak lecet.

Mereka mulai memasangkan collar di leher kami masing2 dan antara collar tersebut disangkutkan pengonci dengan rantai pendek, mungkin dengan maksud agar kami tidak bisa memundurkan kepala dan terus menempel mulut kami berdua agar terus berciuman.

Aku benar2 merasakan suasana ini dengan tegang dan nikmat, karena belum pernah mengalami hal seperti ini. Ternyata Gemi sudah lihai dengan cara2 seperti ini.

Akhirnya kami berhenti juga berciuman dan saling menikmati pemandangan atas perlakuan mereka terhadap kami berdua yang dilakukan oleh Valerie dan Gemini. Mereka mulai memasangkan belt kulit tipis agak lebar kira 2" yang dilingkarkan dengan ketat ke kedua sikut kami, pangkal lengan dekat pundak setelah itu dikonci dengan gesper yang membuat badan atas mulai tidak bisa bergerak.

Kemudiaan mereka melingkarkan pula dada kami sehingga terasa BDnya Tiara menempel ketat ke dadaku, terasa kenyalan daging yang menghimpit dadaku.

Selanjutnya kedua dengkul kami dengan ketat. Gemi memegang penisku diarahkan ke lubang vagina Tiara. Mereka berusaha memasukkan penisku kelubang Vagina Tiara. Setelah masuk yang diiringi desahan Tiara, mereka mulai mengikatkan belt lagi dikedua paha kami, kemudian pengikatan beralih ke kedua pinggang kami. Maka lengkaplah ikatan tersebut membuat kami tidak bisa bergerak, sedangkan penisku bergerak gerak dalam vaginanya Tiara. Aku memandang muka Tiara, dia memejamkan mata dan berdesas seperti kenikmatan karena juga terasa kontraksi vagina Tiara yang memeras meras penisku. Hal ini cukup membuat aku mendekati klimax karena aku juga mulai memejamkan mata.

Mungkin Gemi dan Valerie menyadari keadaan ini seraya berkata "

"Gem, lihat mereka berdua enak saja menuju klimax, cepat kita cambuk dia agar tidak jadi klimax"

"Ok Val, kamu sebelah sana ya, dan saya lebih senang memakai single tail ini, rasanya lebih perih"

Sambil mengeluarkan kata2 kotor mereka mulai mencabuk kami berdua dalam keadaan terikat seperti. Aku mengelinjang menerima cambukan keras itu, begitu pula Tiara karena terasa oleh gerakan gerakan tertahan oleh ikatan. Aku merasakan sakit atas cambukan2 tersebut sampai mengeluarkan suara begitu pula Tiara.

"Ouuch".. Akhh.. Ouw"

Tiara menangis menahan rasa sakit tapi mulutnya terus menempel di mulutku dan menciumi lagi dengan buas, tapi ketika cambukan mampir dibadannya dia teriak juga tapi mulutnya tetap menempel bahkan ludahnya meleleh kemulutku.

Aku benar2 merasakan sesuatu yang aneh dan nikmat, sementara cambukan berlangsung, terasa bdnya Tiara mengeras, kontraksi vagina semakin terasa, usaha2 gerak pantat Tiara juga terasa.

Tiba2 cambukan berhenti, kami berdua menoleh kearah mereka, terlihat mereka berjalan menjauhi kami, Valerie ketembok, Gemi ke strir. Mereka mulai memutar, kami teriak2 kesakitan karena tangan mengencang naik keatas, kaki semakin melebar. Tapi herannya Tiara terus saja menciumiku meskipun ia teriak di mulutku.

Mungkin setelah mereka pikir sudah sampai limit dan kami benar2 tidak bisa membuat gerakan lagi meski sedikit, barulah mereka berhenti.

Mereka menghampiri kami lagi, masing2 membawa strap dildo. Bentuknya aneh, ada tiga buah dildo yang menempel distrap on itu, seperti gambar ini:

..Mereka mulai membuka baju semua sampai keduanya benar2 bugil. Ternyata keduanya memang masih mempunyai tubuh yang indah. Kemudian mereka mengambil botol yang berisi minyak pelicin, setelah memakai sarung tangan kedua mulai memeletkan minyak di semua dildo tersebut sampai sedikit tumpah karena kebanyakan. Kami berdua memperhatikan keduanya dengan tegang, terkadang kami berpandangan dengan tersenyum melihat kelakuan mereka berdua.

Mereka mulai memakai strap on tersebut diiringi dengan desah2 mereka cukup keras tapi membuat suasana ruang ini menjadi ramai. Pertama mereka memasukkan dildo berbarengan ke lubang pantat dan lubang vagina, setelah itu mereka mengikatkan gesper di pinggang dan dikunci dengan gesper. Setelah selesai terlihat seperti tidak ada apa2nya atas hasil yang mereka kerjakan hanya terlihat mancung kedepan dildo yang bentuknya persis penis yang siap digunakan. Aku berpikir karena mereka memang bisex, mereka akan bercumbu. Ternyata TIDAK.

"Dod, Tiara.. kamu berdua siap klimax kan? Nah kita kita ini mau membantu agar klimax kamu terindah selama ini, terbuas, terenak dan selalu yang ter.. yaitu kami akan memfuck asshole kamu berdua"

Aku terperanjat: "HAH", jadi mereka akan memfuck kedua pantat kami?

Mereka mulai membasahi lubang pantat kami dengan minyak yang telah diolehkan di jari2 mereka dan mulai menusuk nusukkan jarinya. Terasa olehku kebelet mau buang air, tapi hanya perasaan.

Berbarengan mereka mulai melakukan blowjob di kedua asshole kami diiringi teriakan desahan dsb hingga ruang ini jadi ramai.

Aku merasa sesuatu yang sangat lain, akibat blow job yang dilakukan mereka, terasa berahi mulai memuncak dan aku mulai berdesah keras. Ada perasaan nikmat dibarengi rasa sakit dari duburku karena dildo tersebut cukup besar dan cukup membuat regangan dubur. Darah mengalir semakin cepat dan tubuhku mulai bergetar, demikian pula yang aku rasakan atas tubuh Tiara yang menempel denganku.

Ternyata Tiarapun demikian. Mereka berduapun mulai berteriak teriak keenakan. Ternyata disamping mereka melakukan blowjob, mereka juga merasakan gerakan di dalam vagina dan dubur mereka atas dildo yang mereka masukkan kedalamnya dan dildo yang masuk ke vagina mempunyai vibra setelah mereka menyalakan tombolnya.

Oleh karena itu, suasana teriakkan teriakkan sexy memenuhi ruangan ini. Empat orang sedang merasakan kenikmatan menuju klimax. Sampai saatnya aku tidak tahan lagi maka muncratlah air maniku di dalam vagina Tiara dengan klimax yang tiada tara, dan Tiara merasakan itu dan merasakan kekerasana penis di dalam Vaginanya yang membuat ia teriak pula karena klimax tiada tara. Begitu pula Valerie dan Gemi, mereka berdua juga menggunakan vibra pada dildo tersebut yang membuat mereka klimax karena ketika klimax mereka memeluk kami berdua dengan kencangnya dibarengi dengan teriakkan yang tidak ada arti tapi itu teriak kenikmatan.

Setelah semua mencapai klimax kami berdua terus berciuman sedangkan mereka berdua mulai mengendurkan tarikan rantai di kaki dan tangan hingga tangan kami mulai menurun dan kaki kami dapat agak merapat. Tapi Penisku masih tersimpan di dalam vaginanya Tiara dan mulai mengeras kembali karena nyut nyutan di dalam vagina Tiara tidak berhenti, terus bergerak.

Mereka tidak berhenti sampai disitu, dengan cepat mereka membukakan semua ikatan kami, setelah terbebas mereka mengambil borgol berantai kira-kira 25 senti dan dipakaikan pergelangan kaki kami sedangkan tangan kami diborgol kebelakang. Selanjutnya kami digiring ke kamar mandi.

Sampai di kamar mandi aku disuruh membersihkan vaginanya Tiara dengan menjilat air mani yang aku keluarkan di dalamnya. Aku kneel down dan Tiara berdiri di atasku memberikan vaginanya agar dijilat olehku.

"Ayo Dod, itu kan air mani kamu sendiri, kamu harus ambil lagi dengan kata lain ditelan kembali karena nanti kami akan meminta lagi dari kamu jadi sekarang jangan dibuang. Ayo lakukan, hisap semua yang ada di dalamnya, LAKUKAN!!"

Aku mulai menjilat jilat dan menghisap, semua keluar meleleh ke mulutku dan aku menelannya. Tiara memandangiku dengan senang sekali dan terlihat dia mulai memejamkan mata lagi. Setelah selesai Tiara disuruh kneel sepertiku di sampingku, mereka berdua mendekati dan berdiri di atasku dan Tiara.

"Sekarang giliran kami yang harus dibersihkan dan sekalian kami mau kencing di mulut kalian dan harus ditelan, ok? Ayo bersihkan, jilatin sampai bersih dan siap2 menerima kencing kami dan siap2 menelan, jangan ada yang tumpah"

Kami mulai melakukan penjilatan dan penghisapan. Terlihat Tiara melakukan dengan buas seperti sedang mencium bibirku tadi. Melihat itu aku melakukan seperti dia juga. Ternyata hal ini sangat disenangi oleh Valerie dan Gemi. Mereka mulai menekan nekan pantatnya kearahku mulut kami berdua. Aku mulai merasa ada sesuatu yang akan keluar dari pisshole, aku menghisap lubang tersebut, terasa air kencing mengalir deras kemulutku dan aku berusaha menelannya agar tidak ada yang tumpah. Demikian pula yang dilakukan Tiara. Terasa cairan panas mengalir di kerongkonganku dan terasa bau pesing. Tapi bau pesing tsb membuat penisku tegang lagi. ANEH.. Perutku terasa kenyang oleh air kencing mereka, Karena sebelumnya aku sudah menelan dari Gemi sekarang dari Valerie. Aku tidak tahu apa jadinya perutku yang penuh dengan air kencing wanita2 ini.

Setelah selesai kami mandi berempat, mereka menyabuni kami berdua karena kaki tangan kami masih terborgol, jadi tidak bisa mandi sendiri. Bahkan mereka yang mengeringkan badan kami dengan handuk. Setelah selesai kami keluar dari kamar mandi.

Rupanya mereka sudah ada rencana lain terhadap diriku yang tentunya sesuatu mengenai penyiksaan dalam sex untuk kepuasan mereka.

Tamat

Friday, December 30, 2011

Me and My Teacher - 1

Namaku Indra. Sudah hampir sebulan bulan ini aku menjadi budak seks ibu Anna, Ibu guru biologi di sekolahku. Dengan bermodalkan foto-foto diriku (baca "My Teacher"), dia membuatku menuruti semua perintahnya.

Setiap harinya kecuali hari rabu dimana ibu Anna mengajar praktikum biologi, aku diharuskan datang ke rumahnya, tidak boleh lewat dari jam satu siang. Jam pulang sekolah adalah jam 12:30, namun karena jarak rumah ibu Anna yang tidak terlalu jauh (10 menit perjalanan dengan kendaraan umum) maka itu aku masih sempat untuk makan siang dahulu di kantin. Walaupun tak urung seorang teman dekatku mulai mencurigai kegiatanku. Karena memang tidak biasanya aku selalu bergegas pergi setelah pulang sekolah. Biasanya aku menghabiskan waktu di sekolahan dengan teman-temanku untuk sekedar ngobrol sambil makan roti bakar atau juga bermain basket sampai sore.

Dengan sebuah kebohongan yang diikuti kebohongan lainnya aku untuk sementara dapat meloloskan diri dari kecurigaannya. Di rumah ibu Anna sudah banyak pekerjaan yang menantiku. Sesudah mencuci piring-piring kotor, kemudian aku mencuci pakaian-pakaiannya dengan mesin cuci, sesudah itu baru aku terakhir menyapu dan mengepel lantai. Pada awalnya pekerjaan itu menghabiskan waktu selama satu jam, kini setelah terbiasa, aku dapat mengerjakannya dalam waktu 30 menit. Ibu Anna sendiri biasanya datang pada jam sekitar jam 01:30-02:00 siang.

Ibu Anna pernah memberikan larangan masuk ke kamarnya jika dia belum datang, namun suatu hari aku pernah memberanikan diri untuk masuk ke kamarnya untuk mencari foto-foto diriku yang kuperkirakan disembunyikannya di suatu tempat di kamarnya. Dengan cepat aku memeriksa dengan seksama kamar itu mencari dimana kira-kira foto-foto itu disembunyikan. Akhirnya aku menemukan satu laci lemarinya yang terkunci. Sesudah mencari beberapa saat, akhirnya aku temukan kuncinya di bawah tumpukan buku.

Namun ketika kubuka laci itu yang kutemukan adalah kumpulan vCD porno yang semuanya kira-kira berjumlah 30 buah dan juga beberapa majalah porno keluaran luar negri. Mau tidak mau aku terkagum-kagum dengan koleksinya. Temanku Agus yang dikenal sebagai "raja bokep" di sekolahku saja tidak mempunyai koleksi sebanyak ini. Setelah kuperhatikan semua vCD dan juga buku-buku pornonya bertema perbudakan kaum pria oleh wanita. Di cover-cover vCD terlihat gambar pria yang disiksa dengan sadis. Beberapa pernah kualami sendiri, namun banyak yang memperlihatkan penyiksaan yang lebih menyakitkan dari pada yang kualami selama ini.

Di salah satu cover vCD yang tampaknya keluaran Jepang aku melihat seorang pria yang di gantung terbalik kemudian disekelilingnya ada 5 wanita yang mencambukinya. Dapat kulihat expressi kesakitannya dan juga bekas-bekas pukulan yang sebelumnya mendarat di tubuhnya. Dalam hatiku berharap ibu Anna tidak tergoda untuk memperlakukan diriku seperti demikian. Dan entah kenapa ada keinginan dalam diriku untuk melihat-lihat yang lain, namun segera saja kuurungkan niatku ketika aku melihat sudah hampir jam setengah dua. Dengan segera aku mengunci laci itu dan meletakkan kuncinya pada tempat sebelumnya. Yah memang hari itu aku sedang beruntung, karena jika terlambat satu menit saja ibu Anna bisa memergokiku yang sedang menggeledah kamarnya.

Sesudah datang biasanya ibu Anna langsung masuk ke kamarnya, dan tanpa diperintah lagi aku mengikutinya masuk. Disana sudah menunggu tugas "kebersihan" lainnya. Ibu Anna dengan santai berbaring di ranjangnya sedangkan aku dengan perlahan melepaskan sepatu hak tingginya lalu mejilati kedua telapak kakinya dengan lidahku sampai bersih. Maksudku benar-benar bersih, ibu Anna tidak mau ada bagian yang terlewat sedikitpun, termasuk disela-sela jarinya. Setelah itu, dia akan memberiku isyarat untuk melepaskan rok yang dikenakannya, sedangkan untuk membuka celana dalam yang dikenakannya aku tidak diperbolehkan menggunakan tanganku, melainkan hanya menggunakan mulutku.

Pada awalnya aku kesulitan dengan tugas satu itu, baru sesudah kulakukan berulang kali aku mulai bisa melakukannya dengan mudah. Sesudah itu vaginanya yang lembab akibat keringat setelah bekerja mengajar seharian, kukecup dengan lembut berulang kali, sesuai dengan yang di ajarkannya padaku. Setelah beberapa kali mendapat petunjuknya, kini bisa dibilang ibu Anna sudah cukup puas dengan keahlianku, sehingga dia hanya berdiam diri saja memperhatikanku mengerjakan pekerjaan rutinku, atau biasanya dia dengan santai menonton film porno yang sebelumnya disetelnya. Sedangkan aku masih terus mencium dan menjilati vaginanya sampai ibu Anna menyuruhku berhenti. Pernah suatu kali aku melakukannya selama hampir satu jam. Akibatnya lidahku menjadi sakit dan kelu. Sedangkan rahangku hampir copot rasanya.

Suatu kali, tanpa terduga ibu Anna memperbolehkanku untuk memasukkan penisku ke vaginanya. Tentu saja aku kegirangan mendapat kesempatan ini. Selama aku mengerjakan pekerjaanku mengoral vaginanya tentu saja aku merasa terangsang, hanya saja biasanya setelah ibu Anna puas dengan pekerjaanku dia kemudian menggunakan vibrator (penis buatan) untuk memuaskan nafsunya yang sudah memuncak. Sedangkan diriku hanya dapat dengan iri melihat vibrator itu melaksanakan tugasnya. Sesudah selesai, barulah ibu Anna menyuruhku pulang. Baru di rumah aku menyalurkan nafsuku dengan mansturbasi. Karena itu kesempatan yang kali ini kudapat tidak akan kusia-siakan begitu saja. Sedangkan ibu Anna sudah siap dengan posisi menungging. Dengan hati-hati aku mencoba untuk memasukkan penisku yang tegang ke dalam vaginannya. Secara perlahan aku melihat penisku masuk ke dalam lubang vaginannya, yang sebelumnya sudah kujilati sampai basah sekali.

"Kontol kamu kecil" kata ibu Anna dengan nada mengejek.

Panas juga hatiku mendengar perkataannya. Memang ketika sedang berada di rumah, ibu Anna seperti orang yang berbeda dengan ibu Anna yang mengajar biologi di sekolah yang biasa berkata-kata dengan sopan dan santun. Disini dia adalah wanita berumur 30 tahun dengan dengan birahi yang tidak kunjung terpuaskan. Sesudah seluruh batang penisku terbenam dalam liang vaginanya barulah aku mencoba menggerakannya perlahan. Yang terjadi selanjutnya adalah ketika baru 3 kali aku memompa penisku di dalam vaginanya aku sudah tidak dapat menahannya lagi.

"Keluarin!" bentak ibu Anna dengan tiba-tiba setelah dia menyadari aku sudah hampir orgasme.

Bersamaan dengan keluarnya penisku, aku mengalami orgasme dahsyat. Spermaku menyembur mengenai tepat di lubang anusnya yang kemudian turun ke masuk ke lubang vaginanya dan menetes-netes ke sprei. Sedangkan aku dengan terengah-engah kenikmatan mengocok-ngocok batang penisku sehingga makin banyak menumpahkan sperma ke lubang anusnya. Melihat keadaanku, secara spontan ibu Anna tertawa terbahak-bahak.

"Baru kali ini saya ketemu cowok yang kontolnya nggak ada gunanya kayak punya kamu itu" katanya mengejekku.

Tentu saja ketika itu harga diriku sebagai lelaki terusik mendengar ejekannya. Dengan menggenggam batang penisku yang masih tegang aku mencoba memasukannya kembali ke lubang vaginanya.

Zlebb..

Dengan mudah batang penisku masuk ke dalam liang vaginanya yang masih basah.

"Apa-apaan kamu! Keluarin kontol kamu itu" tiba-tiba ibu Anna membentakku dengan keras.

Dengan tergesa-gesa aku menarik batang penisku yang baru saja terbenam dalam liang vaginanya. Dan tanpa bisa kutahan kembali aku mengalami ejakulasi. Dengan tubuh gemetar menahan nikmat, aku mengocok penisku dengan cepat sehingga banyak sperma yang tumpah dan jatuh di telapak kakinya. Sementara ibu Anna menatapku dengan pandangan jijik, seakan-akan aku ini adalah gundukan sampah yang menyerupai manusia.

"Heh kontol! Kamu harus membersihkan ini semua" bentaknya.
"Maaf bu" jawabku pelan dengan menundukan kepala karena malu. Aku segera beranjak turun dari ranjang untuk mengambil tissue.
"Pakai mulut" kata ibu Anna dengan dingin.

Tentu saja aku mau protes dengan perintahnya itu. Yang pertama, itu adalah spermaku dan tentunya aku tidak mau menjilati spermaku sendiri dan yang kedua adalah setelah dua kali ejakulasi tadi aku kini sudah tidak mempunyai nafsu lagi. Tapi ketika kulihat tatapan marah di matanya segera saja hatiku menjadi ciut. Dengan perasaan menyesal aku memandang ke genangan sperma di lubang anus ibu Anna. Belum pernah aku menjilati lubang anus ibu Anna sebelumnya, kini mau tidak mau aku harus melakukannya.

"Cepat!" bentak ibu Anna, "Dan jangan berhenti sebelum disuruh" sambungnya lagi.

Dengan harga diri yang hancur terinjak-injak aku mulai menjilati daerah sekitar lubang anusnya dengan perlahan.

"Heh kontol! Bersihin yang benar," bentaknya sambil melotot padaku.

Kupejamkan mataku dan setelah mengumpulkan kekuatanku aku mulai menjilati sperma yang tergenang. Dengan segera aku mencium bau khas sperma dan juga rasa asin dari spermaku yang tadi baru kutumpahkan di lubang anusnya.

"Lebih cepet!" kembali ibu Anna memberikan perintah.

Hampir menangis rasanya aku mendapat penghinaan seperti ini. Mau tak mau aku mempercepat gerakan lidahku. Kutempelkan lidahku di lubang anusnya, kemudian kuseret lidahku di permukaan lubang anusnya sehingga sperma di lubang anusnya sudah terangkat semua oleh lidahku, ini kulakukan agar aku tidak berlama-lama dengan pekerjaan yang menyiksaku ini. Namun kerena ibu Anna belum mengatakan apapun maka aku tidak berani menghentikan pekerjaanku. Mau tidak mau aku terus menerus menjilati lubang anusnya, sehingga lubang anusnya yang tadinya basah karena spermaku kini malah menjadi tergenang oleh air liurku.

Pada awalnya aku menyangka akan mencium bau tidak sedap dari lubang anusnya itu, namun setelah beberapa saat aku menyadari bahwa aku tidak mencium dan merasakan apa-apa disana. Selang beberapa lama setelah aku melakukannya aku mulai merasa menikmatinya. Sementara aku masih dengan bersemangat menjilati lubang anusnya, ibu Anna mulai merintih-rintih keenakan.

"Ternyata lidah kamu lebih berguna dari pada kontol kecil kamu itu" katanya padaku dengan seenaknya.

Setelah beberapa saat kemudian, ibu Anna memerintahkanku untuk menciumi lubang anusnya. Sesudah beberapa kali kulakukan barulah dia menyuruhku berhenti. Kemudian menyusul vaginanya yang 'kubersihkan' dan terakhir telapak kakinya. Barulah sesudah itu aku diperbolehkan pulang.

Bersambung . . . . . .

Me and My Teacher - 3

Ruangan itu besarnya sekitar 5X10 meter, seluruhnya tertutup karpet tebal berwarna biru dan di ruangan itu terdapat beberapa cermin persegi yang berukuran besar sedangkan temboknya bercat hitam. Kesan pertamaku setelah memasuki ruangan ini adalah panas dan pengap, entah apa penyebabnya. Bisa dibilang tidak terdapat apa-apa diruangan itu, hanya beberapa alat yang tidak kuketahui kegunaannya yang terletak di salah satu sudut ruangan itu.

Sementara aku masih memperhatikan ruangan itu, secara tiba-tiba ibu Anna duduk di punggungku, seperti layaknya menunggang kuda. Merasakan ada beban di punggungku, secara tidak sadar aku menengok kebelakang, dan kulihat ibu Anna hanya tinggal mengenakan BH dan celana dalam berwarna hitam. Aku sudah cukup sering melihat ibu Anna dalam keadaan bugil, sehingga aku merasa biasa saja melihatnya dalam keadaan demikian.

"Plak!"

Tahu-tahu ibu Anna memukul keras pantatku dengan menggunakan telapak tangannya.

"Jalan!" katanya dingin.

Dengan terpaksa akupun menuruti perintahnya. Dengan tubuh ibu Anna di atas pundakku, aku mulai dengan perlahan merangkak. Baru beberapa langkah saja aku sudah merasa sakit-sakit di lutut, pinggul dan punggungku, untung saja lantainya di lapisi karpet, jika tidak pastinya lututku sudah lecet-lecet. Bisa dibilang saat itu keadaanku sudah tidak mempunyai tenaga setelah sebelumnya di siksanya, namun ibu Anna tidak mau tahu dengan keadaanku.

Sudah beberapa kali pantatku kena pukulannya yang kali ini tampaknya menggunakan sepatu hak tingginya yang entah kapan dia melepasnya. Sebenarnya pada saat itu aku lebih memilih ibu Anna memukuli pantatku dari pada terus merangkak, tapi tentu saja aku takut sewaktu-waktu amarahnya bisa meledak jika aku tidak menurutinya. Sesudah dua kali memutari ruangan itu aku sudah benar-benar tidak sanggup. Secara tiba-tiba tubuhku ambruk tak dapat menahan beban di punggungku. Sedangkan ibu Anna dengan cekatan segera berdiri sesudah sebelumnya ikut terjatuh bersamaku.

Dengan marah ibu Anna menyuruhku untuk bangun sambil kakinya menendang pahaku, sedangkan tubuhku terus saja tergolek seperti mayat. Jangankan untuk kembali bangun, untuk menggerakkan tanganku saja rasanya sulit, dan bernafas saja sepertinya sudah menggunakan semua tenagaku yang tersisa. Sedang ibu Anna yang masih penasaran, kemudian mulai menggunakan cambuknya untuk memukuliku. Tubuhku yang terkena pukulannya berkelojotan seperti cacing, namun tetap saja aku tidak mampu untuk berdiri. Setelah meneruskan beberapa kali, ibu Anna kemudian menyerah juga, ia kemudian meniggalkanku sendirian di ruang itu. Setelah ibu Anna pergi dari sana langsung saja aku tertidur atau pingsan, aku tidak tahu.

Selang beberapa waktu kemudian aku terbangun. Keadaanku sekarang tidak terlalu berbeda dengan waktu sebelum tertidur tadi, aku masih telungkup di karpet, hanya saja kali ini tanganku dan kakiku terikat dengan kuat. Siapa lagi kalau bukan ibu Anna yang melakukannya. Secara perlahan perih-perih di tubuhku mulai terasa kembali. Keringat masih terus keluar dengan deras dari tubuhku akibat suhu ruangan yang panas, sedangkan mulut dan tenggorokanku terasa kering sekali. Belum pernah aku merasa sehaus itu. Selang setengah jam kemudian barulah aku mendengar suara seseorang yang menaiki tangga, lalu kemudian membuka pintu yang terkunci.

Ibu Anna melangkah mendekatiku dengan santai. Pada saat itu ia sudah tidak mengenakan pakaian sama sekali. Dengan jelas aku melihat tubuhnya yang juga di banjiri keringat seperti diriku sekarang ini.

"Bagaimana keadaan kamu?" tanyanya padaku setelah dia berada disampingku.
"Saya.. Haus.. Bu" kataku padanya terbata-bata sambil memandang lemah ibu Anna disebelahku.

Dia tidak menjawabnya, melainkan dengan santai dia meletakkan kaki kanannya di atas kepalaku. Melihat responnya aku tidak berani mengulangi permintaanku lagi.

"Seberapa haus?" tanyanya tiba-tiba padaku.
"Sangat haus bu" kataku memelas.
"Apa yang kamu mau?" tanyanya lagi padaku.
"Minum.. S.. Saya mau minum" jawabku lagi.
"Mau minum apa?" kembali ibu Anna memberikan pertanyaan yang menjengkelkan.
"Apa saja.. Terserah" jawabku dengan lemas, karena aku merasa pada saat ibu Anna tidak akan mengabulkan permintaanku.
"Apa saja boleh?" tanyanya lagi padaku.
"Ya Bu apa aja" jawabku dengan cepat seakan mendapat harapan baru.
"Baik kamu yang minta" kata ibu Anna kemudian.

Setelah ibu Anna berkata demikian, ia lalu membalik tubuhku, lalu berdiri tepat di atas wajahku. Dapat kulihat pemandangan yang pada saat biasa kuanggap sebagai salah satu pemandangan terindah di dunia ini, tapi tidak sekarang, yang kupikirkan saat ini hanyalah air. Secara perlahan ibu Anna berjongkok dan memposisikan vaginanya tepat di atas mulutku. Dalam sedetik kemudian aku sudah tahu apa yang mau di lakukannya. Dengan tangan kirinya, ibu Anna menekan pipiku sehingga membuat mulutku membuka paksa.

Setelah menunggu beberapa detik, akhirnya ibu Anna mulai menyemburkan air kencingnya yang berwarna kuning kental itu tepat ke mulutku yang terbuka lebar. Walaupun sebelumnya aku sudah pernah mendapat perlakuan serupa (kembali baca "my teacher), namun pada saat itu kuanggap hal itu adalah hal yang tidak menyenangkan bagiku. Secara wajar aku mencoba menggerakkan kepalaku menolak hal itu, namun tidak bisa karena di tahan oleh tangan kiri ibu Anna. Mungkin pada keadaan biasa aku masih bisa mencoba untuk meronta, tapi tidak sekarang pada saat hampir semua tenagaku habis tersedot karena perlakuannya padaku tadi.

Setelah air kencing mulai menggenangi mulutku, aku dapat merasakan rasa asin di lidahku dan bau pesing yang menusuk di hidungku. Sampai pada saat itu aku masih berusaha untuk tidak menelannya, namun mungkin karena aku sudah sangat kehausan, tanpa sadar aku menelan juga air kencing yang menggenangi mulutku. Tiba-tiba saja aku merasakan bahwa rasanya tidak seburuk yang kuperkirakan, asin dan sedikit pahit, cukup enak buatku yang sudah sangat kehausan. Dengan cepat aku kembali meneguk cairan itu, kemudian diikuti tergukan-tegukan lainnya, rasa jijik sudah tidak kuhiraukan lagi, malah kemudian dengan rakus aku terus menelan air kencing yang masih terus menerus di tumpahkan dari vagina ibu Anna.

Secara sekilas aku dapat melihat wajah ibu Anna yang tersenyum melihat kelakuanku itu. Air kencing yang tadinya menggenangi mulutku sekarang sudah kering kutelan, sedangkan ibu Anna masih terus mengeluarkan "minumannya", seakan tidak ada habisnya. Tangan kirinya sudah tidak di gunakan untuk menekan pipiku, pada saat itu aku sudah membuka mulutku lebar-lebar dengan senang hati menerima pemberiannya. Kini kedua tangannya membuka kedua bibir vaginannya dengan lebar untuk memudahkan jalan semburan air kencingnya.

Selang beberapa detik kemudian semburannya mulai melemah dan akhirnya benar-benar berhenti.

"Bersihin" kata ibu Anna padaku sambil tangannya masih membuka lebar kedua belah bibir vaginanya.

Dengan patuh aku segera melakukan perintahnya, sambil sedikit mengangkat kepalaku, kujilati bagian dalam vagina serta klitorisnya dengan bersemangat, seolah-olah tenagaku kembali setelah meminum air kencingnya.

"Ok stop" kata ibu Anna selang beberapa saat kemudian, dan dengan segera akupun menghentikan pekerjaanku.
"Enak ya?" tanya ibu Anna kemudian padaku sambil tetap berjongkok di atas wajahku.
"Iya bu.. Kalau boleh saya mau minta lagi" jawabku tanpa malu-malu, karena di samping masih merasa haus, ternyata aku juga mulai menikmatinya.
"Kalau begitu kamu harus memohon" katanya lagi padaku.
"Saya mohon bu.. Saya sangat suka air kencing ibu" sahutku dengan cepat, seakan-akan kata-kata itu meluncur begitu saja dari kepalaku.
"Bagus, karena kamu yang minta, mulai sekarang dirumah ini, cuma itu minuman kamu" katanya.

Dan aku benar-benar sudah gila karena justru merasa senang mendengar perkataanya itu. Setelah berkata demikian, ibu Anna kemudian meludah tepat ke mulutku yang terbuka. Dengan senang hati aku kemudian menelannya.

"Sekarang kamu istirahat, permainan baru akan dimulai nanti malam" katanya padaku sambil berlalu meninggalkanku setelah sebelumnya membuka ikatan pada tangan dan kakiku.

Agak terkejut juga aku mendengar perkataannya, apa yang sudah kualami ini hanya sekedar pemanasan saja? Pikirku dalam hati. Tak lama kemudian aku mendengar suara pintu yang dikunci dari luar. Aku tidak tahu jam berapa sekarang ini, namun mendengar perkataannya aku merasa saat ini sekitar jam 4 sampai jam 5 sore. Dengan perut kembung aku kemudian kembali tertidur. Aku terbangun setelah ada seseorang yang menendang testisku dengan perlahan.

"Mau tidur sampai kapan hah!" bentaknya garang.

Meskipun agak mendongkol dengan caranya membangunkanku, mau tidak mau aku membuka mataku dan beranjak berdiri. Belum pernah kulihat ibu Anna menggunakan pakaian seperti itu sebelumnya. Ia mengenakan BH berwarna hitam yang tampaknya terbuat dari kulit serupa dengan celana dalamnya yang sangat mini. Di tangannya ia menggenggam cambuk yang tadi siang sudah dipergunakannya, sedang rambutnya diikat kencang kebelakang menambah "kegarangannya". Yang paling menonjol adalah pada bagian depan celana dalamnya terdapat penis buatan yang sepertinya terbuat dari bahan plastik. Meskipun agak geli aku melihat hal itu, namun aku hanya terdiam saja menunduk, menunggu perkataannya.

Dengan memberi isyarat, ibu Anna menyuruhku mengikutinya. Ia membawaku ke salah satu sudut ruangan dimana terdapat benda yang terbuat dari kayu berbentuk huruf "X" yang pada saat itu tidak kuketahui apa gunanya. Dengan tidak mengucapkan sepatah kata, ibu Anna mengikatkan kedua tangan dan kakiku ke tali yang terdapat dimasing-masing ujung benda itu sehingga tubuhku juga membentuk huruf "X", terikat di benda itu.

Setelah itu, tanpa ba bi Bu lagi ibu Anna mendaratkan sebuah pukulan dari cambuknya yang mengenai punggungku. Aku menjerit keras dengan spontan begitu merasakan perih pada punggungku.

"Silahkan kamu teriak, ruang ini kedap suara" kata ibu Anna sambil tak henti-hentinya mendaratkan cambuknya di tubuhku.

Aku tidak berani menoleh, karena salah-salah wajahku yang terkena cambukannya, maka dari itu sebisanya saja aku meronta-ronta, namun karena kedua tangan dan kakiku terikat kuat sepertinya usahaku hanya sia-sia belaka, malahan mungkin itu membuatnya semakin gusar saja. Sesudah itu aku kemudian memutuskan untuk mencoba cara lain.

"Auu sakit bu! ampunn.. Jangan siksa saya lagi.. Aaahh" jeritku memohon padanya disela-sela erangan kesakitan terkena pukulannya.

Namun seakan tidak mendengar, ibu Anna masih tetap saja melakukan kegiatannya. Baru setelah kira-kira 5 atau 6 kali lagi cambuk itu mengoyak kulitku baru dia menghentikannya.

"Itu hukuman atas kesalahan kamu tadi, seharusnya kamu cuma menerima 10 pukulan, tapi karena kamu tadi bicara jadi di tambah 5 pukulan" kata ibu Anna dengan sedikit terengah-engah akibat pekerjaannya. Sedangkan diriku sudah hampir pingsan menahan sakit. Rasanya seluruh darah di tubuhku berkumpul di kepala dan telingaku tak henti-hentinya berdengung.

"Mulai sekarang jika kamu membantah perintah, kamu langsung dapat 20 pukulan mengerti?" lanjutnya lagi yang diikuti anggukan lemah kepalaku untuk mengiyakan.
"Kamu harus mengerti kalau kamu itu adalah budak saya, dan kamu tidak perlu membantah perlakuan saya pada kamu" ibu Anna berkata sambil membuka ikatan pada kaki dan tanganku.

Dengan isyarat tangan, ibu Anna memerintahkanku untuk mengikutinya. Dengan berjalan perlahan, aku mengikuti langkahnya di belakang. Setelah menuruni tangga, ibu Anna membawaku ke meja makan., disana sudah tersedia sepiring nasi lengkap dengan sayurnya. Aku yang memang sudah sangat lapar menjadi tambah lapar saja melihat makanan di depanku.

"Waktu kamu 5 menit" kata ibu Anna lalu begitu saja meninggalkanku.

Aku tidak membuang kesempatan itu, dengan segera aku mulai melahap makanan itu, yang terasa enak sekali karena sudah sedemikian laparnya diriku. Tak sampai 5 menit makanan itu sudah ludas kumakan, dalam hatiku aku menyesal dengan perkataanku sebelumnya, kini ibu Anna benar-benar membuktikan perkataanya, aku sama sekali tidak diberikan air minum. Tak lama kemudian ibu Anna datang.

Bersambung . . . . . .

?

 
Design by Blogger Indonesia | Bloggerized by Pratama